Kamis, 11 Juni 2009
Syarat-Syarat Kemenangan (Mendapatkan Pertolongan Allah Swt)
Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah." Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan (Q.S Al-Hajj [22]: 39-41)
Konteks pertolongan Allah Swt bukan hanya dalam konteks komunal tetapi juga dalam konteks pribadi. Pertolongan Allah Swt baik dalam konteks komunal maupun pribadi mempunyai persyaratan tertentu. Dalam ayat ini disebutkan siapa saja yang berhak mendapatkan pertolongan Allah Swt yaitu :
1. Mendirikan Shalat
2. Menunaikan zakat
3. Beramar ma’ruf nahyi mungkar
4. Tawakkal kepada Allah Swt.
Empat ciri khas inilah yang akan di tolong oleh Allah Swt. Bahkan dalam ayat ini disebutkan jika “ …kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi …” menggambarkan kepada kita bahwa empat karakter diatas telah mendarah-daging dalam diri mereka. Menjadi karakter yang tidak akan berubah apabila mereka mendapatkan nikmat kemenangan. Mereka tetap teguh dan tsabat mengingat Allah Swt.
Betapa banyak yang ditimpa kesusahan mereka taba, rajin shalat, sedekah dan amar ma’ruf, serta senantiasa Nampak sikap tawakkalnya. Namun ketika kemenangan, kesenangan dunia sudah mulai hadir mereka lupa dan tidak ingat lagi kepada yang memberikan mereka nikmat.
Dalam ayat ini juga menerangkan kepada kita ketika kita berjuang harus menguatkan eksistensi dakwah terlebih dahulu baru melakukan ekspansi. Setelah semua syaratnya terpenuhi maka tunggulah kedatangan kemenangan yang dijanjikan oleh Allah Swt.
(kamar kostku, 18 Jumadil Tsani 1430 H/ 11 Juni 2009 M 19:08 WIB)Fatonah Sifat Dasar Para Nabi dan Rasul
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S An-Nahl [16]: 125)
Ayat ini menjelaskan sifat fatonah dari para nabi dan Rasul. Terutama Rasulullah Saw yang merupakan Rahmatan lil ‘alamin. Maka dakwah ini harus disebarkan kepada seluruh manusia yang multi etnis dan mempunyai keragaman etnis, tingkahlaku dan budaya yang begitu luas. Sehingga dalam perkembangan dakwah kita dapat melihat dakwah ini mampu menyesuaikan dirinya dengan daerah yang didatanginya. Ada yang datang secara damai, tapi ada pula yang datang dengan semangat jihad dan pembebasan yang harus menggunakan pedang. Semuanya adalah cara yang baik.
Akhir-akhir ini kita sering mendengar istilah dakwah cultural dan dakwah structural. Dakwah cultural dakwah yang dilakukan pada masyarakat. Sedangkan dakwah struktural dakwah yang dilakukan pada level-level struktur pemerintahan di suatu Negara. Semuanya punya karakteristik tersendiri. Yang harus ada dalam pemahaman para dai adalah bahwa semua dakwah ini adalah satu gerakan yang harus selalu bersinergi. Sehingga perubahan dari atas akan dapat dilaksanakan bersamaan dengan penerimaan masayarakat di level bawahnya.
Faktor-faktor yang harus ada dalam yang harus di hindari dalam dakwah secara structural dan dan cultural in adalah :
1. Jebakan internal ketidak istiqomahan dan mulai tergoda dengan dunia
2. Jebakan eksternal adalah popularitas yang berlebihan.
Hal ini akan menyebabkan menurunnya militansi kader-kader dakwah. Internal akan terjadi keretakan dan eksternal akan menyebabkan riya dan kesombongan. Maka upaya untuk memperkuat militansi ini jangan luntur adalah dengan mememahami visi, misi dakwah ini dengan baik. Karena kalau tidak paham maka para kader dakwah hanya akan bekerja secara emosional. Pekerjaan dakwah kalau hanya berlandaskan semangat emosional tidak akan bertahan lama.
Upaya pertama dalam pemahaman dakwah yang harus dikuatkan adalah pemahaman aqidah. Setelah aqidahnya beres maka beban seberat apapun akan sanggup ia pikul. Sehingga dapat disimpulkan era dakwah saat sekarang ini adalah era spritualitas.
(Kamar kostku, Kamis, 18 Jumadil Tsani 1430 H/ 11 Juni 2009 10:04 WIB)Rabu, 03 Juni 2009
Sekali Lagi tingkatkan Komitmen Syar’I dalam Dakwah
عن أبي هريرة عبدالرحمن بن صخر رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول ما نهيتكم عنه فاجتنبوه وما أمرتكم به فأتوا منه ما استطعتم , فإنما أهلك الذين من قبلكم كثرة مسائلم واختلافهم على أنبيائهم |
Dari Abu Hurairah, 'Abdurrahman bin Shakhr radhiallahu 'anh, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah bersabda : "Apa saja yang aku larang kamu melaksanakannya, hendaklah kamu jauhi dan apa saja yang aku perintahkan kepadamu, maka lakukanlah menurut kemampuan kamu. Sesungguhnya kehancuran umat-umat sebelum kamu adalah karena banyak bertanya dan menyalahi nabi-nabi mereka (tidak mau taat dan patuh)" [Bukhari no. 7288, Muslim no. 1337] |
Dalam agama islam selalu ada perintah dan larangan. Walaupun demikian dalam beberapa kondisi darurat ada uzur yang diperbolehkan. Namun sebagai seorang dai selalu kita harus komitmen mengambil hukum dasar (azimah) dari pada uzur tersebut. Secara umum ulama mengatakan bahwa yang dimaksud darurat memenuhi dua syarat berikut ini :
1. Mendatangkan kematian
2. Membahayakan kemaslahatan fisik seseorang
Komitmen syar’I meski ditaati aktivis dakwah
Dua hal yang dilarang dalam Islam adalah haram dan makruh. Komitmen syar’I harus selalu ditatati oleh para aktivis dakwah. Realita saat sekarang ini, banyak aktivis dakwah yang menyerukan dakwah tetapi mereka kadang kurang memperhatikan hal-hal syar’I dalam dakwahnya sehingga hasilnya tidak efektif dan memuaskan.
Kita harus mendidik diri kita dan jundiah dakwah yang lain selalu mengerjakan yang wajib dan sunnah. Selalu mengambil ‘azimah bukah rukhshah. Sehingga selalu harus ada nuansa taushiyah diantara para aktivis dakwah. Karena permasalahan iman, ikhlas adalah masalah ukhuwah dalam berdakwah.
Dengan komitmen syar’I ini mudah-mudahan Allah memberikan kemenangan dan kemudahan dalam kegiatan dakwah kita. Allah memberikan kita rasa ukhuwah yang dalam dalam menghadapi semua tantangan dan peluang dakwah.
(kamar kostku, 11 Jumadil Tsani 1430 H/ 04 Juni 2009 M 11:58 WIB)
Sabar
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung (Q.S Ali Imran [3]: 200)
Kalimat awal “ya ayyuhal lazi Naamanu” adalah panggilan kesayangan kepada orang-orang yang beriman. Kata “Ishbir” menunjukkan kesabaran pada momen-momen tertentu. Sedangkan “Washbiru” menunjukkan kesabaran pada saat kita berada dalam kenikmatan dan kesenangan.
Kesabaran adalah karakter
Kesabaran akan menjadi karakter apabila dilandasi oleh cinta kepada Allah Swt. Kesabaran dalam konteks berjamaah adalah kesabaran produktif. Sehingga dengan kesabaran yang kita lakukan akan meningkatkan knierja kita secara pribadi dan jamai dalam berdakwah dan memberikan pelayanan bagi masyarakat.
Sabar menuntut kesiapsiagaan
Lalu kata “wa rabithu” menunjukkan kesiapsiagaan dalam segala kesempatan. Baik di kala senang ataupun susah. Siap siaga dalam kondisi apapun dari hal-hal yang bisa merusak iman dan aqidah kita baik pribadi maupun keluarga. Dalam konteks berjamaah bersiap-siaga dalam menjaga keutuhan jamaah.
Kerusakan keimanan karena sikap cuai saat sekarang ini banyak sekali terjadi. Maka dalam kesiapsiagaan ini kita mejaga agar setiap serangan itu tidak masuk dalam lingkaran kekuatan kita. Maka spesialisasi ilmu dan amanah itu sangat diperlukan dalam kehidupan berjamaah.
Sabar dalam kesiapsiagaan akan mendatangkan kemenangan (falah)
Kemenangan atau keberuntungan yang dalam ayat ini di wakili kata “falah” adalah kesuksesan di dunia dan akhirat. Sehingga Rasulullah pernah bersabda,
” sungguh beruntung seorang mukmin itu, dikala mendapat nikmat mereka bersyukur dan di kala mendapat musibah mereka sabar. Dan kedua hal itu baik bagi mereka.”
(Kamar Kostku, Kamis, 11 jumadil Tsani 1430 H/ 04 Juni 2009 M 11:40 WIB)