Minggu, 10 Mei 2009
Menjaga Dakwah dengan Kekuatan
Tulisan ini adalah inti sari dari diskusi 2 pekanan membahas Majmu’ah Rasail bersama para ustadz yang semoga ilmu mereka ditambah dan diberkahi oleh Allah Swt. Amien. Selalu terlontar kekaguman dari para ustadz ini pada pilihan kata yang digunakan oleh Imam Syahid Hasan Al Banna dalam Majmu’ah Rasailnya. Seorang ustadz mengatakan bahasa yang dipakai oleh ustadz Hasan Al Banna ini adalah bahasa yang mudah di pahami oleh semua orang. Berbeda dengan tulisan Ustadz Sayyid Qutb dalam Fi zhilalil qur’annya yang begitu tinggi nilai sastranya. Namun, keistimewaan lainnya adalah bahasa itu penempatannya sangat cocok sekali dan mudah dimengerti oleh semua orang bahkan orang awam sekalipun. Intinya adalah :penulisan sederhana dengan makna yang dalam. Seperti inilah seharusnya seorang Dai menjelaskan Islam, mempermudah bukan mempersulit.
Seorang orientalist Robert Mitchel memberikan tanggapan yang menawan dalam bukunya “Masyarakat Al-Ikhwan Al-muslimun” mengenai pribadi ustadz Hasan al-Banna.”Ia berbicara dan mengungkapkan kata-kata setelah mengetahui makna yang tersembunyi dibalik kata tersebut. Sehingga kata-katanya merasuk lembut dalam perasaan, menghidupkan jiwa yang hampir mati dan menggelorakan semangat yang mulai pudar”.
Risalah yang dibahas adalah :”Kepada Apa Kami Menyeru Manusia ?” Sub Bab : “Menjaga Kebenaran Dengan Kekuatan. (Hirosatul Haqqu Bil Quwwati). Kata Hirosah artinya adalah berjaga dengan tidak tidur, piket malam, ronda. Sedangkan orangnya dinamakan Harish peronda, penjaga malam. Seorang ustadz yang lain menyambung,”mengapa ustadz Hasan al Banna tidak memakai kata Yuhafidzu misalnya, yang artinya juga menjaga. Kata Hafidz adalah orang yang menjaga hapalannya. Ini bermakna lebih umum dalam hal penjagaan. Disini nampak secara terang Ustadz. Hasan al Banna menginginkan kita memahami penjagaan dakwah seperti melakukan Hirosah di medan Perang.
Ada beberapa keutamaan seorang harish dalam beberapa hadist Rasulullah dari Kitab Riyadhusshalihin Bab Jihad :
1288. Dari Salman r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Bertahan - yakni tetap berdiam dalam posnya bagi tentara -selama sehari semalam - fi-sabilillah - adalah lebih baik daripada berpuasa sebulan serta beramal ibadat di situ, jikalau ia meninggal dunia, maka diberi pahalalah amalnya yang sudah ia kerjakan, juga "diberikan pula rezekinya - yakni dalam syurga sebagaimana orang yang mati syahid - dan aman dari hal-hal yang menyebabkan fitnah -dalam kubur." (Riwayat Muslim)
1290. Dari Usman r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Bertahan - tetap berdiam di posnya bagi tentara - selama sehari fi sabilillah adalah lebih baik daripada seribu hari yang selainnya itu dari beberapa tempat yang ada."
Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
1294. Dari Abu Hurairah r.a., katanya: "Ada seorang lelaki dari sahabat-sahabatnya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui suatu tempat di pegunungan yang di situ terdapatlah sebuah mata air kecil dari air tawar, lalu merasa heran dengan itu - yakni ia ingin sekali menempatinya. la berkata: "Andaikata saya memencilkan diri di sini dari orang banyak, kemudian saya berdiam di sini - tentulah lebih senang. Tetapi samasekali saya tidak akan melakukan kehendakku ini sehingga saya akan meminta izin dulu kepada Rasulullah s.a.w. Hal itu disebutkan kepada Rasulullah s.a.w., lalu beliau s.a.w. bersabda: "Janganlah engkau lakukan itu, sebab sesungguhnya berdirinya salah seorang di antara engkau semua untuk melakukan perang fi-sabilillah itu adalah lebih utama daripada shalatnya dalam rumahnya sendiri selama tujuhpuluh hari. Tidakkah engkau semua ingin kalau Allah memberikan pengampunan padamu semua serta memasukkan engkau semua daiam syurga? Untuk memperoleh itu, berperanglah engkau semua fi-sabilillah. Barangsiapa yang berperang fi-sabilillah daiam jarak waktu antara dua kali perahan susu unta - yakni sekalipun dalam waktu yang amat sebentar, wajiblah baginya itu syurga."
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Alfuwaq ialah jarak waktu antara dua kali perahan susu.
1302. Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Ada dua macam mata yang tidak akan disentuh oleh neraka, yaitu mata yang menangis karena ketakutan kepada Allah dan mata yang pada malam hari menjaga - musuh datang - dalam melakukan peperangan fi-sabilillah."
Diriwayatkan oleh Imam Tarmidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan
Kata Alquwwaah yang dipakai di risalah ini pernah digambarkan secara gambling oleh ustadz Sa’id Hawwa, kekuatan Islam itu ibarat sebuah bangunan. Ada pondasi, tiang dan atapnya yang ditopang oleh peneguh dan pengokohnya. Maka kader dakwah adalah peneguh dan pengokohnya (muayyidad) dengan melakukan dakwah dalam konteks Amar Ma’ruf Nahyi Mungkar dan Jihad. Dalam rangka menjaga umat ini.
Ada sebuah kisah menarik di zaman Khalifah Abu bakar, dalam sebuah perang Abu Ubaidah sang Panglima Islam saat itu langsung menjadi Harish dan menyuruh tidur para prajurit yang siang harinya bertempur. Lebih menarik lagi, ada pula sebagian Shabiyah yang juga Hirosah menjaga para prajurit yang di komandani oleh Asma’ Binti Abu Bakar Putri Khalifah. Sehingga istimewalah penjagaan prajurit Islam malam itu karena mereka dijaga oleh panglimanya sendiri dan Putri Khalifah. Sungguh keindahan Islam yang sangat menawan.
Sebagai Panglima di siang hari Abu Ubaidah tidak pernah tidur untuk merancang strategi perang. Malam itu ia juga tidak tidur menjaga para mujahid Islam. Kondisi seperti ini menunjukkan kekuatan yang dimiliki oleh Abu Ubaidah. Kekuatan seperti ini pulalah yang harus dipunyai oleh seorang Dai dalam menjaga dakwah dan umat ini. Dibutuhkan kekuatan ilmu dan pemahaman, ekonomi dan semua kekuatan yang mendukung itu agar kita bisa menjadi seorang harish yang kuat. Sehingga mereka dikatakan laksana rahib di malam hari dan penunggang kuda di siang hari (Rubanu bil Lail wa Fursanu bin Nahar).
Ustadz hasan Al Banna di dalam Risalahnya mengatakan :
“karena makna inilah maka para sahabat Muhammad; makhluk pilihan Allah dan pendahulu yang salih disebut dengan Julukan,’ Para rahib di malam hari, dan penunggang Kuda di siang hari. Ada dapat melihat dari mereka pada malam hari berdiri di depan mihrab dengan memegang jenggot, menggerak-gerakkan kepala seperti gerakan orang sehat, menangis seperti orang yang bersedih dan mengatakan,”Wahai dunia tipulah orang selain Aku.” Namun, begitu Fajar menyingsing, seruan jihad menggema memanggil para mujahidin, maka anda akan melihatnya bagai singa yang berada diatas punggung kudanya. Ia berteriak dengan lantang, sehingga membahana di seluruh medan peperangan.
Demi Allah, bagaimana mungkin terjadi keserasian yang mengagumkan, keharmonisan yang unik dan perpaduan yang tiada duanya, antara urusan dunia berikut segala pernak-perniknya dengan urusan akhirat dengan segenap spritualitasnya ini ? Tetapi, itulah Islam, ia mampu memadukan semua yang baik dari segala sesuatu.
Dalam teks bahasa Arabnya, Ustadz Hasan al Banna memakai kata ma’ajmala. Dalam kaidah bahasa Arab kata ini berarti li Ta’jub menyatakan kekaguman terhadap suatu keindahan. Contohnya ketika kita naik ke puncak sebuah bukit atau gunung lalu kita takjub dengan pemandangan yang indah dilereng dan lembahnya digunakan ungkapan Ma’ajmala al Manshar alangkah indahnya pemandangan ini. Kata ini ada dalam ungkapan Ustadz Hasan al Banna yang menyatakan,”Alangkah indahnya kebenaran dan kekuatan berjalan beriringan.
Maka alangkah indahnya kalau ada seorang da’I, pemimpin yang kuat akan menjaga hal-hal yang Qudus (suci) di dalam Islam semisal shalat, sahum dan tugas social lainnya. Menjaga asholah dakwah dengan kekuatan dan jihad. Dalam hal ini seorang da’I tidak mempunyai uzur untuk itu sebagaimana yang difirmankan Allah :
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah (Attaubah:41)
(Kamar Kostku, Jum’at,13 Jumadil Awal H/08 Mei 2009 M 11:29 WIB)
0 komentar:
Posting Komentar