Sabtu, 07 Februari 2009

ANGGARAN RUMAH TANGGA



KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA (KAMMI)

ANGGARAN RUMAH TANGGA

Bismillahirrohmaanirrohim

BAB I

KEANGGOTAAN

BAGIAN I

ANGGOTA

Pasal 1

Mahasiswa Muslim Indonesia adalah warga negara Indonesia yang beragama Islam yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi baik di Indonesia maupun di luar Indonesia dalam beragam jenjang kependidikan tinggi.

Pasal 2

(1) Anggota biasa adalah mahasiswa muslim Indonesia yang memenuhi persyaratan keanggotaan.

(2) Anggota kehormatan adalah orang yang karena berjasa dalam mengembangkan dan memperjuangkan kemajuan KAMMI diusulkan oleh Pengurus Pusat atau daerah dan ditetapkan dalam forum Muktamar.

Pasal 3

**

Jenjang keanggotaan KAMMI adalah Anggota Biasa, Anggota Biasa I, Anggota Biasa II, dan Anggota Biasa III.

BAGIAN II

SYARAT-SYARAT KEANGGOTAAN

Pasal 4

(1) Yang dapat diterima menjadi anggota biasa adalah:

a. Mahasiswa Muslim Indonesia.

b. Berusia setinggi-tingginya 35 (tiga puluh lima) tahun.

c. Mengajukan permohonan dan menyatakan secara tertulis kesediaan mengikuti Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga serta ketentuan/peraturan organisasi lainnya kepada pengurus KAMMI Komisariat setempat.

(2) Yang dapat ditetapkan menjadi anggota biasa adalah:

d. Memenuhi persyaratan pada ayat (1).

e. Lulus Dauroh Marhalah I.

(3) Anggota dinyatakan sebagai Anggota Biasa I apabila telah dinyatakan lulus sertifikasi IJDK Anggota Biasa I, Anggota Biasa II apabila telah dinyatakan lulus sertifikasi IJDK Anggota Biasa II, dan dinyatakan sebagai Anggota Biasa III apabila telah dinyatakan lulus Dauroh Marhalah III.

(4) Prosedur penetapan anggota kehormatan diatur sendiri dalam ketetapan organisasi.

BAGIAN III

MASA KEANGGOTAAN

Pasal 5

(1) Keanggotaan biasa dan keanggotaan kehormatan berakhir karena:

a. Telah habis masa keanggotaannya.

b. Mengundurkan diri.

c. Meninggal dunia.

d. Diberhentikan atau dipecat.

e. Murtad.

(2) Masa keanggotaan anggota biasa adalah sejak dinyatakan lulus Dauroh Marhalah 1 hingga 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya masa studi S-0 (Diploma dan Non Gelar), 5 (lima) tahun untuk S-1, dan 2 (dua) tahun untuk S-2 dan S-3.

(3) Masa keanggotaan anggota biasa berakhir di usia 35 tahun.

(4) Anggota biasa yang habis masa keanggotaannya saat menjadi pengurus, diperpanjang masa keanggotaannya sampai selesai masa kepengurusannya (dinyatakan demisioner), setelah itu dinyatakan habis masa keanggotaannya dan tidak dapat menjadi pengurus lagi.

(5) Anggota biasa yang melanjutkan studi ke strata perguruan tinggi yang lebih tinggi atau sama lebih dari masa keanggotaannya sejak lulus dari studi sebelumnya dan tidak sedang diperpanjang masa keanggotaan karena menjadi pengurus (sebagaimana dimaksud ayat 4) maka masa keanggotaan tidak diperpanjang lagi (berakhir).

Pasal 6

(1) Anggota biasa mempunyai hak bicara, hak suara, hak partisipasi, dan hak untuk dipilih.

(2) Anggota kehormatan mempunyai hak mengajukan saran atau pertanyaan kepada pengurus secara lisan dan tulisan.

Pasal 7

(1) Anggota biasa mempunyai kewajiban:

a. Menjunjung tinggi etika, sopan santun, dan moralitas dalam berperilaku dan menjalankan aktivitas organisasi.

b. Tunduk dan patuh kepada Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) dan peraturan organisasi lainnya.

c. Berpartisipasi dalam kegiatan organisasi.

d. Menjaga dan menjunjung nama baik organisasi.

e. Membayar uang pangkal dan iuran anggota.

(2) Anggota kehormatan mempunyai kewajiban:

a. Menjunjung tinggi etika, sopan santun, dan moralitas dalam berperilaku, dan menjalankan aktivitas organisasi.

b. Tunduk dan patuh kepada Anggaran Dasar (AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) dan peraturan organisasi lainnya.

a. Mendukung kegiatan organisasi.

b. Menjaga dan menjunjung nama baik organisasi.

BAGIAN V

MUTASI ANGGOTA

Pasal 8

(1) Mutasi angota adalah perpindahan status keanggotaan dari satu daerah ke daerah lain.à/P>

(2) Mutasi anggota hanya dapat dilakukan jika yang bersangkutan pindah studi / domisili.

(3) Anggota KAMMI dapat melakukan mutasi keanggotaan dari suatu KAMMI Daerah ke KAMMI Daerah lain dengan membawa Surat Pengantar atau Kartu Anggota yang menyebutkan jenjang keanggotaannya dari KAMMI Daerah asal.

(4) Apabila seorang anggota KAMMI studi di 2 (dua) perguruan tinggi yang berbeda wilayah kerja daerah, maka anggota tersebut harus memilih salah satu daerah.

BAGIAN VI

RANGKAP ANGGOTA DAN RANGKAP JABATAN

Pasal 9

(1) Dalam keadaan tertentu anggota KAMMI dapat merangkap menjadi anggota organisasi lain atas persetujuan Pengurus Pusat KAMMI atau Pengurus Daerah.

(2) Pengurus KAMMI tidak dibenarkan untuk merangkap jabatan pada organisasi lain sesuai ketentuan yang berlaku.

BAGIAN VII

SANKSI ANGGOTA

Pasal 10

(1) Sanksi adalah bentuk hukuman sebagai bagian proses pembinaan yang diberikan organisasi kepada anggota.

(2) Anggota mendapat sanksi karena:

a. Melalaikan tugas organisasi.

b. Bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh KAMMI.

c. Bertindak merugikan atau mencemarkan nama baik KAMMI.

d. Melakukan tindakan kriminal dan tindakan melawan hukum lainnya.

(3) Jenis-jenis sanksi :

a. Teguran

b. Peringatan

c. Skorsing

d. Pemberhentian

e. Atau bentuk lain yang ditentukan oleh pengurus dan diatur dalam ketentuan tersendiri

(4) Anggota yang dikenakan sangsi dapat mengajukan pembelaan di forum yang diadakan oleh Majelis Permusyawaratan.

BAB II

KEORGANISASIAN

BAGIAN I

PENGURUS PUSAT

Pasal 11

(1) Pengurus Pusat (PP) adalah Badan/Instansi kepemimpinan tertinggi organisasi.

(2) Masa jabatan PP adalah dua tahun terhitung sejak pelantikan/serah terima jabatan dari Pengurus Pusat demisioner.

Pasal 12

(1) Pengurus Pusat terdiri dari Badan Pengurus Harian (BPH), Pengurus Harian (PH), Badan Khusus, dan LSO.

(2) Formasi BPH sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Jenderal, dan Bendahara Umum.

(3) Dalam melaksanakan tugasnya, BPH dibantu oleh PH yang merupakan staf-staf dari Badan Pengurus Harian.

(4) Formasi Pengurus Pusat disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dengan mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi kinerja kepengurusan.

(5) Yang dapat menjadi personalia Pengurus Pusat adalah:

a. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.

b. Berstatus AB3 kecuali PH minimal berstatus AB2.

c. Pernah menjadi Pengurus Daerah dan/atau Wilayah.

d. Tidak menjadi personalia Pengurus Pusat untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.

(6) Yang dapat menjadi Ketua Umum/formatur Pengurus Pusat adalah:

a. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.

b. Berstatus sebagai AB3.

c. Pernah menjadi Pengurus Daerah dan/atau Wilayah.

d. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi Pengurus.

e. Sehat secara jasmani maupun rohani.

f. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.

g. Mendapatkan rekomendasi tertulis dari KAMMI Daerah.

(7) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah Muktamar, personalia Pengurus Pusat harus sudah dibentuk dan Pengurus Pusat demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.

(8) Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat diplih Pejabat Ketua Umum.

(9) Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:

a. Meninggal dunia

b. Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.

c. Tidak hadir dalam rapat pengurus harian dan/atau rapat BPH selama 2 (dua) bulan berturut-turut.

(10) Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Muktamar apabila melanggar AD / ART.

(11) Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum sebelum Muktamar hanya dapat melalui:

a. Keputusan Rapat Pimpinan Nasional yang disetujui minimal 50%+1 suara utusan Rapat Pimpinan Nasional apabila pemberhentian Ketua Umum diusulkan melalui Keputusan Rapat Majelis Permusyawaratan yang diusulkan oleh 2/3 BPH.

b. Keputusan Rapat Pimpinan Nasional atau Rapat Majelis Permusyawaratan yang disetujui minimal 50%+1 jumlah suara utusan Rapat Pimpinan Nasional atau 50%+1 jumlah anggota Majelis Permusyawaratan apabila pemberhentian Ketua Umum diusulkan oleh minimal 1/2 jumlah KAMMI Daerah.

(12) Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat dan Daerah.

(13) Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Putusan Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan gugatan pembatalan diterima.

(14) Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Harian Pengurus Pusat yang terdekat.

(15) Bila Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum karena mangkat, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat Badan Pengurus Harian yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka Pejabat Sementara Ketua Umum diangkat secara otomatis dari salah satu Ketua Bidang hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Badan Pengurus Harian yang terdekat.

(16) Sebelum diadakan Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Pusat untuk memilih Pejabat Ketua Umum, Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Majelis Permusyawaratan Pusat dan mengundang Majelis Permusyawaratan Pusat menjadi saksi dalam Rapat Badan Pengurus Harian.

(17) Rapat Badan Pengurus Harian PP KAMMI untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon-calon yang terdiri dari Sekretaris Jenderal, Bendahara Umum, dan Ketua Bidang.

(18) Pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Koordinator Majelis Permusyawaratan Pusat atau anggota Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat.

(19) Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus Pusat dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat PP KAMMI

b. Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1 (satu) semester.

c. Partisipasi yang bersangkutan daàprogram kerja PP KAMMI (di luar bidang yang bersangkutan).

Pasal 13

(1) Menggerakkan organisasi berdasarkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga.

(2) Melaksanakan Ketetapan-ketetapan Muktamar.

(3) Menyampaikan ketetapan dan perubahan penting yang berhubungan dengan KAMMI kepada seluruh aparat dan anggota KAMMI.

(4) Melaksanakan Rapat Pimpinan Nasional setiap semester kegiatan, selama periode berlangsung.

(5) Melaksanakan Rapat Badan Pengurus Harian PP KAMMI minimal dua minggu sekali, selama periode berlangsung.

(6) Melaksanakan Rapat Pleno Pengurus Harian PP KAMMI minimal 1 bulan sekali, selama periode berlangsung.

(7) Memfasilitasi sidang Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat dalam rangka menyiapkan draft materi Muktamar atau sidang Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat lainnya ketika diminta.

(8) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota melalui Muktamar.

(9) Mengesahkan Pengurus Wilayah.

(10) Menerima laporan kerja Pengurus Wilayah.

(11) Menaikkan dan menurunkan status Wilayah dan Daerah berdasarkan evaluasi perkembangan Wilayah dan Daerah.

(12) Mengesahkan Pembentukan KAMMI Daerah Persiapan berdasarkan usulan Pengurus Wilayah dan mengesahkan pemekaran KAMMI Daerah berdasarkan usulan Musyawarah Daerah selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah pengajuan.

(13) Memberikan sanksi dan merehabilitasi secara langsung terhadap anggota/pengurus.

BAGIAN II

PENGURUS WILAYAH KAMMI

Pasal 14

(1) KAMMI Wilayah merupakan satu kesatuan organisasi yang dibentuk untuk mengkoordinir beberapa daerah.

(2) Masa jabatan Pengurus Wilayah adalah dua tahun semenjak pelantikan/serah terima jabatan dari Pengurus demisioner.

Pasal 15

(1) Pengurus Wilayah terdiri dari Badan Pengurus Harian (BPH), Pengurus Harian (PH), Badan Khusus, dan LSO.

(2) Formasi BPH sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum.

(3) Dalam melaksanakan tugasnya, BPH dibantu oleh PH yang merupakan staf-staf dari Badan Pengurus Harian.

(4) Yang dapat menjadi personalia Pengurus Wilayah adalah:

a. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.

b. Minimal berstatus AB2.

c. Pernah menjadi Pengurus Daerah.

d. Tidak menjadi personalia Pengurus Wilayah untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.

(5) Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formatur Pengurus Wilayah adalah:

a. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.

b. Berstatus AB3.

c. Pernah menjadi Pengurus Daerah.

d. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.

e. Sehat secara jasmani maupun rohani.

f. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.

g. Ketika mencalonkan diri mendapatkan rekomendasi tertulis dari daerah.

(6) Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah Musyawarah Wilayah, personalia Pengurus Wilayah harus sudah dibentuk dan Pengurus Wilayah demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.

(7) Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih Pejabat Ketua Umum.

(8) Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:

a. Meninggal dunia.

b. Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 6 (enam) bulan berturut-turut.

c. Tidak hadir dalam rapat harian dan/atau rapat presidium selama 2 (dua) bulan berturut-turut.

(9) Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Muswil apabila melanggar AD / ART.

(10) Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan Pejabat Ketua Umum sebelum Muswil, hanya dapat dilakukan melalui:

a. Keputusan Rapat Pimpinan Wilayah yang disetujui minimal 50%+1 suara utusan Rapat Pimpinan Wilayah apabila pemberhentian Ketua Umum yang diusulkan melalui Keputusan Rapat Pleno Pengurus Harian Wilayah yang disetujui oleh 2/3 jumlah Pengurus Wilayah.

b. Rapat Pimpinan Wilayah yang disetujui minimal 50%+1 jumlah suara utusan Rapat Pimpinan Wilayah apabila pemberhentian Ketua Umum diusulkan oleh minimal setengah jumlah KAMMI Daerah.

(11) Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan sanksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Pengurus Pusat.

(12) Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus Pusat selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Keputusan Pengurus Pusat yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan gugatan pembatalan diterima.

(13) Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus Wilayah secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Wilayah yang terdekat.

(14) Sebelum diadakan Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Wilayah, Sekretaris Umum selaku Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Daerah dan Pengurus Pusat.

(15) Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus Wilayah dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus Wilayah

b. Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1 (satu) semester.

c. Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Pengurus KAMMI Wilayah (di luar bidang yang bersangkutan).

Pasal 16

(1) Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Musyawarah Wilayah, serta ketentuan/kebijakan organisasi lainnya yang diberikan oleh Pengurus Pusat.

(2) Mewakili Pengurus Pusat menyelesaikan persoalan intern Wilayah koordinasinya tanpa meninggalkan keharusan konsultasi dengan Pengurus Pusat.

(3) Melaksanakan Rapat Pimpinan Wilayah setiap semester kegiatan.

(4) Membantu menyiapkan draft materi Muktamar.

(5) Mengkoordinir dan mengawasi kegiatan Daerah dalam wilayah koordinasinya.

(6) Mempersiapkan pembentukan KAMMI Daerah Persiapan.

(7) Mewakili Pengurus Pusat melantik Daerah-Daerah.

(8) Meminta laporan perkembangan Daerah-Daerah dalam wilayah koordinasinya.

(9) Menyampaikan laporan kerja Pengurus setiap semester kepada Pengurus Pusat.

(10) Menyelenggarakan Muswil selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah Muktamar.

(11) Memberikan laporan pertanggung jawaban dalam Muswil.

Pasal 17

(1) Untuk pembentukan/pendirian KAMMI Wilayah (Wilayah) harus direkomendasikan di Pra Muktamar dan ditetapkan/disahkan pada Muktamar terdekat.

(2) Satu KAMMI Wilayah (Wilayah) mengkoordinir minimal 2 (dua) KAMMI Daerah penuh.

BAGIAN III

KAMMI DAERAH

Pasal 18

(1) Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, Daerah merupakan satu kesatuan organisasi yang dibentuk di Kota Pusat atau Ibukota Propinsi/Kabupaten/Kota yang terdapat perguruan tinggi.

(2) Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, Daerah merupakan satu kesatuan organisasi yang dibentuk di Ibukota Negara dan Kota Pusat lainnya di Negara tersebut yang terdapat banyak mahasiswa muslim.

(3) Kammi Daerah persiapan adalah Kammi Daerah yang memiliki minimal 1 orang AB3, 6 orang AB2 dan 18 orang AB1 dan minimal mengelola 2 komisariat.

(4) Kammi Daerah penuh adalah Kammi Daerah yang memiliki minimal minimal 4 orang AB3, 24 orang AB2, dan 72 orang AB1, dan minimal mengelola 2 komisariat.

(5) Masa jabatan Pengurus Daerah adalah dua tahun semenjak pelantikan/serah terima jabatan dari Pengurus demisioner.

Pasal 19

(1) Pengurus Daerah terdiri dari Badan Pengurus Harian (BPH), Pengurus Harian (PH), Badan Khusus, dan LSO.

(2) Formasi BPH sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum.

(3) Dalam melaksanakan tugasnya, BPH dibantu oleh PH yang merupakan staf-staf dari Badan Pengurus Harian.

(4) Yang dapat menjadi personalia Pengurus Daerah adalah:

a. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.

b. Minimal berstatus AB2.

c. Pernah menjadi Pengurus Komisariat atau organisasi intra kampus.

d. Tidak menjadi personalia Pengurus Daerah untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.

(5) Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formatur Pengurus Daerah adalah:

a. Tidak sedang dijatuhi sangsi organisasi.

b. Berstatus sebagai AB3.

c. Pernah menjadi Pengurus Komisariat dan/atau Daerah.

d. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.

e. Sehat secara jasmani maupun rohani.

f. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.

g. Ketika mencalonkan diri mendapatkan rekomendasi tertulis dari Pengurus Komisariat.

(6) Selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) hari setelah Musda, personalia Pengurus Daerah harus sudah dibentuk dan Pengurus Daerah demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.

(7) Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih Pejabat Ketua Umum.

(8) Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:

a. Meninggal dunia.

b. Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 3 (tiga) bulan berturut-turut.

c. Tidak hadir dalam rapat pengurus harian dan/atau rapat BPH selama 1 (satu) bulan berturut-turut.

(9) Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Musda apabila melanggar AD / ART.

(10) Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum melalui:

a. Keputusan Rapat Pimpinan Daerah yang disetujui minimal 50%+1 suara utusan Rapat Pimpinan Daerah

b. Usulan pemberhentian Ketua Umum hanya dapat diajukan melalui Keputusan Rapat Majelis Permusyawaratan Daerah yang disetujui 2/3 BPH KAMMI Daerah atau oleh minimal 2/3 jumlah KAMMI Komisariat.

(11) Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Majelis Permusyawaratan Pusat, Ketua Umum PP KAMMI, dan Ketua Umum KAMMI Wilayah.

(12) Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus Pusat selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Keputusan Pengurus Pusat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan pembatalan gugatan diterima. Dalam hal masíh terdapat keberatan atas keputusan Pengurus Pusat maka dapat diajukan gugatan ulang kepada Pengurus Pusat selambat-lambatnya satu mingggu sejak keputusan Pengurus Pusat ditetapkan. Keputusan Pengurus Pusat yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak gugatan ulang diterima.

(13) Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus Daerah secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Daerah yang terdekat.

(14) Bila Sekretaris Umum Pengurus Daerah tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum karena mangkat, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat Badan Pengurus Harian yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka Pejabat Sementara Ketua Umum diangkat secara otomatis dari salah satu Ketua Bidang hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Daerah yang terdekat.

(15) Sebelum diadakan Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Daerah untuk memilih Pejabat Ketua Umum, Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Majelis Permusyawaratan Pengurus Daerah dan mengundangnya untuk menjadi saksi dalam Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Daerah.

(16) Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Daerah untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon yang terdiri dari Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan Ketua Bidang.

(17) Pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Koordinator Majelis Permusyawaratan Pengurus Daerah atau anggota Majelis Permusyawaratan Pengurus Daerah yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan Majelis Permusyawaratan Pengurus Daerah.

(18) Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus Daerah dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus Daerah

b. Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam 1 (satu) semester

c. Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Daerah (di luar bidang yang bersangkutan).

Pasal 20

(1) Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Musyawarah Daerah, serta ketentuan/kebijakan organisasi lainnya yang diberikan oleh Pengurus Pusat atau Pengurus Wilayah.

(2) Mengesahkan Pengurus Komisariat dan Badan Khusus di tingkat Daerah

(3) Membentuk dan mengembangkan Badan-Badan Khusus.

(4) Melaksanakan Rapat Pimpinan Daerah sekurang-kurangnya sekali dalam 4 (empat) bulan atau 2 (dua) kali selama satu periode berlangsung.

(5) Melaksanakan Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Daerah minimal 2 (dua) minggu sekali, selama periode berlangsung.

(6) Melaksanakan Rapat Pleno Pengurus Harian Daerah minimal 1 (satu) kali dalam sebulan.

(7) Menyampaikan laporan kerja kepengurusan 4 (empat) bulan sekali kepada Pengurus Pusat melalui Pengurus Wilayah.

(8) Menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban Pengurus Komisariat dan mendemisionerkannya.

(9) Mengusulkan pembentukan dan pemekaran Daerah melalui Musyawarah Daerah.

(10) Menyelenggarakan Musyawarah Daerah.

(11) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota biasa melalui Musyawarah Daerah.

Pasal 21

(1) Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, pendirian Daerah Persiapan dapat diusulkan oleh 2 (dua) Komisariat Penuh di daerah tersebut dan sekurang-kurangnya memiliki 1 orang AB3, 6 orang AB2 dan 18 orang AB1. Usulan langsung kepada Pengurus Pusat atau melalui Pengurus Daerah terdekat dan/atau Pengurus Wilayah setempat yang selanjutnya diteruskan kepada Pengurus Pusat.

(2) Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, pendirian Daerah Persiapan dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1 orang AB3, dan 8 orang AB2. Usulan langsung kepada Pengurus Pusat.

(3) Usulan disampaikan secara tertulis disertai alasan dan dokumen pendukungnya.

(4) Pengurus Pusat dalam mengesahkan Daerah Persiapan harus meneliti keaslian dokumen pendukung, mempertimbangkan potensi anggota di daerah setempat, dan potensi-potensi lainnya di daerah setempat yang dapat mendukung kesinambungan Daerah tersebut bila dibentuk.

(5) Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun disahkan menjadi Daerah Persiapan, memiliki 2 (dua) komisariat penuh, mempunyai minimal 4 orang AB3, 24 orang AB2, dan 72 orang AB1 dan mampu melaksanakan minimal 2 (dua) kali Daurah Marhalah I dan 1 (satu) kali Daurah Marhalah II di bawah bimbingan dan pengawasan Pengurus Wilayah setempat, dan memiliki Badan Instruktur KAMMI Daerah dan Lembaga Akreditasi Kader serta direkomendasikan Pengurus Wilayah setempat dapat disahkan menjadi KAMMI Daerah penuh.

(6) Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun disahkan menjadi Daerah Persiapan, mempunyai minimal 2 orang AB3, 16 orang AB2 dan 32 orang AB1 dan mampu melaksanakan minimal 1 (satu) kali Daurah Marhalah I dan 1 (satu) kali Daurah Marhalah II di bawah bimbingan dan pengawasan Pengurus Pusat, dan memiliki Badan Instruktur KAMMI Daerah dapat disahkan menjadi Daerah Penuh.

(7) Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1 (satu) Daerah penuh dapat dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih Daerah penuh apabila masing-masing Daerah yang dimekarkan tersebut memiliki minimal 4 orang AB3, 24 orang AB2, dan 72 orang AB1, memiliki Badan Instruktur KAMMI Daerah dan minimal 1 (satu) Lembaga Akreditasi Kader, direkomendasikan dalam Musyawarah Daerah asal dan disetujui dalam Musyawarah Wilayah setempat, serta tidak dalam satu Wilayah administratif Kabupaten/Kota.

(8) Untuk pemekaran Daerah penuh yang berkedudukan di Kota Pusat, 2 (dua) atau lebih Daerah penuh yang telah dimekarkan dapat berada dalam 1 (satu) wilayah administratif Kota bila memiliki potensi keanggotaan, potensi pembiayaan, dan potensi-potensi penunjang kesinambungan Daerah lainnya yang tinggi.

(9) Di luar Negara Kesatuan Republik Indonesia, 1 (satu) Daerah dapat dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih Daerah penuh apabila masing-masing Daerah yang dimekarkan tersebut memiliki minimal 2 orang AB3, 16 orang AB2 dan 32 orang AB1, memiliki Badan Instruktur KAMMI Daerah dan direkomendasikan Musyawarah Daerah asal.

(10) Dalam mengesahkan pemekaran Daerah penuh, Pengurus Pusat harus mempertimbangkan tingkat dinamika Daerah penuh hasil pemekaran, daya dukung daerah tempat kedudukan Daerah-Daerah hasil pemekaran, potensi keanggotaan, potensi pembiayaan untuk menunjang aktifitas Daerah hasil pemekaran, dan potensi-potensi lainnya yang menunjang kesinambungan Daerah.

Pasal 22

(1) Daerah penuh dapat diturunkan statusnya menjadi Daerah Persiapan apabila memenuhi salah satu atau seluruh hal berikut:

a. Memiliki anggota biasa kurang dari 4 orang AB3, 24 orang AB2, dan 72 orang (dalam NKRI) dan 2 orang AB3, 16 orang AB2 dan 32 orang AB1 (di luar NKRI).

b. Untuk KAMMI Daerah di dalam NKRI tidak lagi memiliki salah satu atau keduanya dari Badan Instruktur KAMMI Daerah dan 1 (satu) Lembaga Akreditasi Kader.

c. Dalam satu periode kepengurusan tidak melaksanakan Musyawarah Daerah selambat-lambatnya selama 2 tahun 6 bulan.

d. Tidak melaksanakan Daurah Marhalah II sebanyak 2 (dua) kali dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau tidak melaksanakan 4 (empat) kali Daurah Marhalah I dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.

e. Tidak melaksanakan Rapat Pimpinan Daerah minimal 3 (tiga) kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau Rapat Badan Pengurus Harian dan Rapat Pleno Pengurus Daerah minimal 15 (lima belas) kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.

(2) Apabila Daerah Persiapan dan Daerah Penuh yang diturunkan menjadi Daerah Persiapan dalam waktu 2 (dua) tahun tidak dapat meningkatkan statusnya menjadi Daerah Penuh maka Daerah tersebut dinyatakan bubar melalui Keputusan Pengurus Pusat.

BAGIAN IV

KAMMI KOMISARIAT

Pasal 23

(1) Komisariat merupakan satu kesatuan organisasi di bawah Daerah yang dibentuk di satu perguruan tinggi atau satu/beberapa fakultas dalam satu perguruan tinggi.

(2) Masa jabatan Pengurus Komisariat adalah satu tahun semenjak pelantikan/serah terima jabatan Pengurus demisioner.

(3) Komisariat persiapan adalah komisariat yang sekurang-kurangnya memiliki 3 orang AB 2 dan 18 orang AB1.

(4) Komisariat penuh adalah komisariat yang sekurang-kurangnya memiliki 6 orang AB 2 dan 36 orang AB1.

(5) Setelah satu tahun berdirinya dengan bimbingan dan pengawasan Daerah yang bersangkutan serta syarat-syarat berdirinya Komisariat penuh telah terpenuhi, maka dapat mengajukan permohonan kepada Pengurus Daerah untuk disahkan menjadi Komisariat penuh.

Pasal 24

(1) Pengurus Komisariat terdiri dari Badan Pengurus Harian (BPH), Pengurus Harian (PH), Badan Khusus, dan LSO.

(2) Formasi BPH sekurang-kurangnya terdiri dari Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum.

(3) Dalam melaksanakan tugasnya, BPH dibantu oleh PH yang merupakan staf-staf dari Badan Pengurus Harian.

(4) Yang dapat menjadi personalia Pengurus Komisariat adalah:

a. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.

b. Minimal berstatus AB1.

c. Tidak menjadi personalia Pengurus Komisariat untuk periode ketiga kalinya kecuali jabatan Ketua Umum.

(5) Yang dapat menjadi Ketua Umum/Formatur Pengurus Komisariat adalah:

a. Tidak sedang dijatuhi sanksi organisasi.

b. Berstatus AB2.

c. Pernah menjadi Pengurus Komisariat.

d. Tidak sedang diperpanjang masa keanggotaannya karena sedang menjadi pengurus.

e. Sehat secara jasmani maupun rohani.

f. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yakni karya tulis ilmiah.

(6) Selambat-lambatnya 15 (lima belas hari) hari setelah Musyawarah Komisariat, personalia Pengurus Komisariat harus sudah dibentuk dan Pengurus demisioner sudah mengadakan serah terima jabatan.

(7) Apabila Ketua Umum tidak dapat menjalankan tugas/non aktif, maka dapat dipilih Pejabat Ketua Umum.

(8) Yang dimaksud dengan tidak dapat menjalankan tugas/non aktif adalah:

a. Meninggal dunia.

b. Sakit yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas selama 2 (dua) bulan berturut-turut.

c. Tidak hadir dalam rapat Badan Pengurus Harian dan/atau rapat Pleno Pengurus Komisariat selama 1 (satu) bulan berturut-turut.

(9) Ketua Umum dapat diberhentikan dan diangkat Pejabat Ketua Umum sebelum Musyawarah komisariat apabila melanggar AD / ART

(10) Pemberhentian Ketua Umum dan pengangkatan/pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum hanya dapat dilakukan melalui:

a. Keputusan Rapat Pimpinan Daerah tempat komisariat berada, dan 50%+1 suara peserta Rapat Pimpinan Daerah tersebut.

b. Usulan pemberhentian Ketua Umum dapat diajukan melalui Keputusan Rapat Pleno Pengurus Harian Pengurus Komisariat yang disetujui oleh minimal 2/3 jumlah Pengurus Komisariat atau 50%+1 dari jumlah anggota biasa dalam komisariat tersebut.

(11) Usulan pemberhentian Ketua Umum harus disampaikan secara tertulis disertai alasan, bukti dan saksi (bila dibutuhkan), dan tanda tangan pengusul. Usulan ditembuskan kepada Majelis Permusyawaratan Pengurus Pusat dan Daerah.

(12) Ketua Umum dapat mengajukan gugatan pembatalan atas putusan pemberhentiannya kepada Pengurus Daerah selambat-lambatnya satu mingggu sejak putusan pemberhentiannya ditetapkan. Putusan Pengurus Daerah yang bersifat final dan mengikat dikeluarkan paling lambat dua minggu sejak pengajuan gugatan pembatalan diterima.

(13) Dalam hal Ketua Umum mangkat atau mengundurkan diri, Sekretaris Umum Pengurus Komisariat secara otomatis menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Komisariat yang terdekat.

(14) Bila Sekretaris Umum Pengurus Komisariat tidak dapat menjadi Pejabat Sementara Ketua Umum karena mangkat, mengundurkan diri, atau berhalangan tetap hingga dua kali Rapat BPH yang terdekat dari mangkat atau mundurnya Ketua Umum maka Pejabat Sementara Ketua Umum diangkat secara otomatis dari salah satu Ketua Bidang hingga dipilih, diangkat, dan diambil sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dalam Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Komisariat yang terdekat.

(15) Sebelum diadakan Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Komisariat untuk memilih Pejabat Ketua Umum, Pejabat Sementara Ketua Umum memberitahukan mangkat atau pengunduran diri Ketua Umum kepada Ketua Umum KAMMI Daerah dan mengundang Majelis Permusyawaratan Pengurus Daerah menjadi saksi dalam Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Komisariat.

(16) Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Komisariat untuk memilih Pejabat Ketua Umum langsung dipimpin oleh Pejabat Sementara Ketua Umum. Pejabat Ketua Umum dapat dipilih melalui musyawarah atau pemungutan suara dari calon yang terdiri dari Sekretaris Umum, Bendahara Umum, dan Ketua Bidang.

(17) Pengambilan sumpah jabatan Pejabat Ketua Umum dilakukan oleh Ketua Umum KAMMI Daerah atau anggota Majelis Permusyawaratan Pengurus Daerah atau salah satu BPH KAMMI Daerah yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan Majelis Permusyawaratan Pengurus Daerah.

(18) Ketua Umum dapat melakukan reshuffle atau penggantian personalia Pengurus Komisariat dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:

a. Keaktifan yang bersangkutan dalam rapat-rapat Pengurus Komisariat

b. Realisasi Program kerja di bidang yang bersangkutan dalam waktu 3 (tiga) bulan.

c. Partisipasi yang bersangkutan dalam program kerja Komisariat (di luar bidang yang bersangkutan).

Pasal 25

(1) Melaksanakan hasil-hasil ketetapan Musyawarah komisariat, serta ketentuan/kebijakan organisasi lainnya yang diberikan oleh Pengurus Daerah.

(2) Membentuk dan mengembangkan Badan-Badan Khusus.

(3) Melaksanakan Rapat Pleno Pengurus Harian Pengurus Komisariat minimal satu bulan satu kali, selama periode berlangsung.

(4) Melaksanakan Rapat Badan Pengurus Harian Pengurus Komisariat minimal 1 (satu) kali dalam seminggu

(5) Menyampaikan laporan kerja kepengurusan 4 (empat) bulan sekali kepada Pengurus Daerah.

(6) Menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada anggota biasa melalui Musyawarah komisariat.

Pasal 26

(1) Pendirian Komisariat Persiapan dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 3 orang AB 2 dan 18 orang AB1 dari satu perguruan tinggi atau satu/beberapa fakultas dari satu perguruan tinggi langsung kepada Pengurus Daerah yang selanjutnya dibicarakan dalam Rapat Pimpinan Daerah

(2) Usulan disampaikan secara tertulis disertai alasan dan dokumen pendukungnya.

(3) Pengurus Daerah dalam mengesahkan Komisariat Persiapan harus meneliti keaslian dokumen pendukung, mempertimbangkan potensi anggota di perguruan tinggi/fakultas setempat, dan potensi-potensi lainnya yang dapat mendukung kesinambungan komisariat tersebut bila dibentuk.

(4) Sekurang-kurangnya setelah 1 (satu) tahun disahkan menjadi Komisariat Persiapan, mempunyai minimal 6 (enam) orang AB 2 dan 36 orang AB 1, dan mampu melaksanakan minimal 1 (satu) kali Daurah Marhalah I di bawah bimbingan dan pengawasan Daerah setempat, dapat disahkan menjadi Komisariat penuh di Rapat Pimpinan Daerah.

(5) Pemekaran Komisariat penuh dapat dimekarkan menjadi 2 (dua) atau lebih Komisariat penuh apabila masing-masing Komisariat yang dimekarkan tersebut memiliki minimal 12 orang AB2 dan 72 AB1.

(6) Dalam mengesahkan pemekaran Komisariat penuh, Pengurus Komisariat harus mempertimbangkan potensi dinamika Komisariat penuh hasil pemekaran, daya dukung Fakultas/Perguruan tinggi tempat kedudukan Komisariat-Komisariat hasil pemekaran, potensi keanggotaan, potensi pembiayaan untuk menunjang aktifitas Komisariat hasil pemekaran, dan potensi-potensi lainnya yang menunjang kesinambungan Komisariat.

Pasal 27

(1) Komisariat penuh dapat diturunkan statusnya menjadi Komisariat Persiapan apabila memenuhi salah satu atau seluruh hal berikut:

a. Memiliki AB2 kurang dari 6 orang dan dan AB 1 kurang dari 36.

b. Dalam satu periode kepengurusan tidak melaksanakan Musyawarah komisariat selambat-lambatnya selama 18 (delapan belas) bulan.

c. Tidak melaksanakan Daurah Marhalah I sebanyak 2 (dua) kali dalam 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.

d. Tidak melaksanakan Rapat Pleno Pengurus Komisariat minimal 10 (sepuluh) kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut atau Rapat Badan Pengurus Harian minimal 30 kali selama 2 (dua) periode kepengurusan berturut-turut.

(2) Apabila Komisariat Persiapan dan Komisariat Penuh yang diturunkan menjadi Komisariat Persiapan dalam waktu 2 (dua) tahun tidak dapat meningkatkan statusnya menjadi Komisariat Penuh maka Komisariat tersebut dinyatakan bubar melalui Keputusan Pengurus Daerah.

BAB III

MAJELIS PERMUSYAWARATAN

DAN DEWAN PENASEHAT

Pasal 28

(1) Majelis Permusyawaratan (MP) adalah majelis yang ada di Pengurus Pusat KAMMI yang selanjutnya disebut Majelis Permusyawaratan Pusat (MPP), dan Pengurus KAMMI Daerah yang selanjutnya disebut Majelis Permusyawaratan Daerah (MPD)

(2) Majelis Permusyawaratan bertugas dan berwenang :

(1) Menjaga tegaknya AD/ART KAMMI di tingkat Pengurus Pusat dan Pengurus KAMMI Wilayah bagi MPP, serta di tingkat pengurus KAMMI Daerah dan pengurus KAMMI Komisariat bagi MPD.

(2) Mengawasi kinerja Pengurus KAMMI dan memberikan peringatan apabila terjadi pelanggaran terhadap aturan-aturan organisasi

(3) Memberikan pertimbangan dan saran keorganisasian kepada pengurus KAMMI dalam menentukan kebijakan organisasi KAMMI.

(4) Menyelenggarakan pengadilan bagi anggota terhadap pelanggaran aturan organisasi.

(5) Memutuskan mengadakan Muktamar Luar Biasa atau Musyawarah Daerah Luar Biasa apabila diminta sesuai dengan aturan organisasi.

(6) Memberikan putusan yang bersifat final dan mengikat atas perkara konstitusional yang diajukan oleh anggota biasa dan struktur organisasi lainnya.

(3) Anggota MPP KAMMI berjumlah 5 orang ditambah dengan Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal KAMMI.

(4) Anggota MPP KAMMI adalah anggota/alumni KAMMI yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Tidak pernah dijatuhi sangsi organisasi karena melanggar AD/ART.

b. Berstatus AB 3.

c. Pernah menjabat BPH Pengurus Pusat KAMMI, atau Ketua KAMMI Wilayah.

d. Sehat secara jasmani maupun rohani.

e. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yaitu karya tulis ilmiah.

f. Ketika mencalonkan mendapatkan rekomendasi tertulis dari 5 KAMMI Daerah.

g. Tidak menjadi anggota MPP KAMMI untuk yang ketiga kalinya.

(5) Ketua MPP KAMMI dipilih dari anggota MPP KAMMI selain Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal KAMMI.

(6) Anggota MPD KAMMI berjumlah sekurang-kurangnya 3 orang terdiri dari dari Ketua KAMMI Daerah dan anggota-anggota berstatus Anggota Biasa III yang dipilih oleh Musyawarah Daerah.

(7) Anggota Majelis Permusyawaratan KAMMI Daerah adalah anggota/alumni KAMMI yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Tidak pernah dijatuhi sangsi organisasi karena melanggar AD/ART.

b. Berstatus AB 3.

c. Pernah menjabat BPH Pengurus KAMMI Daerah, atau Ketua KAMMI Komisariat.

d. Sehat secara jasmani maupun rohani.

e. Berwawasan keilmuan yang luas dan memiliki bukti nyata sebagai insan akademis yaitu karya tulis ilmiah.

f. Ketika mencalonkan mendapatkan rekomendasi tertulis dari Komisariat.

g. Tidak menjadi anggota MPD KAMMI untuk yang ketiga kalinya.

(8) Ketua MPD KAMMI dipilih dari anggota MPD selain Ketua KAMMI Daerah.

(9) Masa jabatan MPP dan MPD sama dengan masa jabatan Pengurus Pusat dan Pengurus Daerah.

(10) MPP berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Muktamar KAMMI.

(11) MPD berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan tugas kepada Musyawarah Daerah KAMMI.

(12) Apabila Majelis permusyawaratan tidak melaksanakan kewajiban pada ayat 10 diatas maka dapat diberikan sanksi oleh peserta.

Pasal 29

(1) Dewan Penasehat KAMMI bertugas:

a. Memberikan pertimbangan dan saran keorganisasian kepada Pengurus KAMMI dalam menentukan kebijakan organisasi

b. Membantu mengembangkan aktivitas dan organisasi KAMMI

(2) Dewan Penasehat Pusat KAMMI diusulkan pada Muktamar KAMMI kemudian ditetapkan oleh Pengurus Pusat KAMMI.

(3) Dewan Penasehat Wilayah KAMMI diusulkan pada Musyawarah Wilayah KAMMI kemudian ditetapkan oleh Pengurus KAMMI Wilayah.

(4) Dewan Penasehat Daerah KAMMI diusulkan pada Musyawarah Daerah kemudian ditetapkan oleh Pengurus KAMMI Daerah.

(5) Anggota Dewan Penasehat adalah anggota kehormatan atau pribadi lain sesuai dengan aturan organisasi.

(6) Masa jabatan Dewan Penasehat Pusat KAMMI adalah 2 (dua) tahun.

(7) Masa jabatan Dewan Penasehat Wilayah KAMMI adalah 2 (dua) tahun.

(8) Masa jabatan Dewan Penasehat Daerah KAMMI adalah 2 (dua) tahun.

BAB IV

PERMUSYAWARATAN DAN RAPAT-RAPAT

Pasal 30

(1) Hirarki permusyawaratan KAMMI Komisariat dari yang tertinggi adalah Musyawarah Komisariat KAMMI, Musyawarah Kerja Komisariat KAMMI, dan musyawarah lain yang tingkatannya ditentukan oleh Mekanisme Penyelenggaraan Organisasi KAMMI Komisariat.

(2) Hirarki permusyawaratan KAMMI Daerah dari yang tertinggi adalah Musyawarah Daerah KAMMI, Musyawarah Kerja Daerah KAMMI, Musyawarah Majelis Permusyawaratan Daerah KAMMI, Rapat Pimpinan Daerah dan musyawarah lain yang tingkatannya ditentukan oleh Mekanisme Penyelenggaraan Organisasi KAMMI Daerah.

(3) Hirarki permusyawaratan KAMMI Wilayah dari yang tertinggi adalah Musyawarah Wilayah KAMMI, Musyawarah Kerja Wilayah KAMMI, Rapat Pimpinan Wilayah dan musyawarah lain yang tingkatannya ditentukan oleh Mekanisme Penyelenggaraan Organisasi KAMMI.

(4) Hirarki permusyawaratan KAMMI Pusat dari yang tertinggi adalah Muktamar, Musyawarah Kerja Nasional KAMMI, Musyawarah Majelis Permusyawaratan Pusat KAMMI, Rapat Pimpinan Nasional KAMMI, dan musyawarah lain yang tingkatannya ditentukan oleh Mekanisme Penyelenggaraan Organisasi.

BAGIAN I

PERMUSYAWARATAN DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT KOMISARIAT

A. MUSYAWARAH KOMISARIAT

Pasal 31

(1) Musyawarah Komisariat (Muskom) merupakan musyawarah anggota biasa KAMMI Komisariat.

(2) Musyawarah Komisariat diselenggarakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.

Pasal 32

(1) Meminta dan Menilai Laporan pertanggungjawaban Pengurus KAMMI Komisariat.

(2) Memilih Pengurus Komisariat dengan jalan memilih Ketua Umum yang merangkap sebagai formatur dan kemudian empat mid formatur.

(3) Menetapkan Panduan Kerja Komisariat.

(4) Menetapkan aturan dan putusan lain yang dianggap perlu.

Pasal 33

· (1) Peserta Muskom terdiri dari Pengurus Komisariat, Anggota Biasa Komisariat, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat Komisariat, dan Undangan Pengurus Komisariat.

· (2) Pengurus Komisariat, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat Komisariat, merupakan peserta penuh; dan Undangan Pengurus komisariat merupakan peserta peninjau.

· (3) Peserta penuh mempunyai hak suara, hak bicara dan hak dipilih, sedangkan peninjau mempunyai hak bicara.

· (4) Jumlah peserta peninjau ditetapkan oleh Pengurus Komisariat

· (5) Pimpinan sidang Muskom dipilih dari peserta penuh oleh peserta penuh dan berbentuk presidium.

· (6) Muskom baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh ½ ditambah 1 dari jumlah angota biasa komisariat.

· (7) Apabila ayat (f) tidak terpenuhi maka Muskom diundur selama 1 x 24 jam dan setelah itu dinyatakan sah.

· (8) Setelah menyampaikan LPJ dan dibahas oleh Muskom maka Pengurus Komisariat dinyatakan demisioner.

B. MUSYAWARAH KOMISARIAT LUAR BIASA

Pasal 34

(1) Musyawarah Komisariat Luar Biasa (MKLB) adalah Musyawarah di tingkat KAMMI Komisariat yang diselenggarakan di luar waktu yang telah ditetapkan untuk Musyawarah KAMMI Komisariat karena pertimbangan keadaan dan keperluan yang mendesak.

(2) MKLB memiliki tugas yang sama dengan Musyawarah Komisariat.

(3) MKLB diselenggarakan apabila Ketua Komisariat tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatannya atau karena kondisi tertentu atas permintaan sekurang-kurangnya ½ ditambah 1 dari anggota Komisariat.

(4) Pengurus Komisariat adalah penanggung jawab penyelenggaraan MKLB. Namun apabila pengurus Komisariat, karena suatu hal tidak dapat menyelenggarakan MKLB maka KAMMI Daerah yang melingkupi KAMMI Komisariat bersangkutan mengambil alih tanggung jawab penyelenggaraan MKLB.

(5) Peserta dan tata tertib MKLB sama dengan peserta dan tata tertib pada Musyawarah Komisariat.

C. MUSYAWARAH KERJA KOMISARIAT

Pasal 35

(1) Musyawarah Kerja Komisariat (Muskerkom) diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 periode.

Pasal 36

(1) Membuat dan atau mengevaluasi program kerja KAMMI Komisariat.

(2) Menampung dan merumuskan usulan-usulan bagi penyempurnaan organisasi.

Pasal 37

(1) Peserta Musyawarah Kerja Komisariat terdiri dari pengurus KAMMI Komisariat dan anggota biasa komisariat.

(2) Pengurus KAMMI Komisariat adalah penanggungjawab penyelenggaraan Musyawarah Kerja Komisariat KAMMI.

(3) Musyawarah Kerja Komisariat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya BPH Komisariat dan ½ + 1 (setengah plus 1) jumlah anggota KAMMI Komisariat. Bila kondisi diatas tidak terpenuhi, maka dilakukan penundaan selama-lamanya 1 (satu) jam dengan kembali mengundang peserta disertai penjelasan urgensi acara dan kehadiran peserta. Setelahnya Musyawarah Kerja KAMMI Komisariat dapat dilaksanakan dan dianggap sah.

(4) Peserta memiliki hak bicara, hak memilih, dan hak dipilih.

BAGIAN II

PERMUSYAWARATAN DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT DAERAH

A. MUSYAWARAH DAERAH

Pasal 38

(1) Musyawarah Daerah KAMMI adalah musyawarah utusan KAMMI Komisariat, atau jika tidak memungkinkan, merupakan musyawarah anggota.

(2) Musyawarah Daerah KAMMI diadakan 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun.

(3) Pengurus KAMMI Daerah adalah penanggung jawab penyelenggaraan musyawarah KAMMI Daerah.

Pasal 39

· (1) Meminta dan menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus KAMMI Daerah dan Laporan Pelaksanaan Tugas Majelis Permusyawaratan Daerah.

· (2) Memilih Pengurus Daerah dengan jalan memilih Ketua Umum yang sekaligus merangkap sebagai formatur dan empat mide formatur.

· (3) Menetapkan anggota MPD KAMMI.

· (4) Mengusulkan nama-nama Dewan Penasehat.

· (5) Menetapkan Panduan Kerja Daerah.

· (6) Menetapkan dan mengesahkan pembentukan KAMMI Komisariat.

Pasal 40

· (1) Peserta Musda terdiri dari Pengurus Daerah, Pengurus Komisariat, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat Daerah, Anggota MPD, dan Undangan Pengurus daerah.

· (2) Utusan Komisariat, Pengurus KAMMI Daerah, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat Daerah, Anggota MPD, merupakan peserta penuh; dan Undangan Pengurus daerah merupakan peserta peninjau.

· (3) Peserta penuh mempunyai hak suara, hak bicara dan hak dipilih, sedangkan peninjau mempunyai hak bicara.

· (4) Dalam pengambilan keputusan melalui voting, suara Pengurus Daerah bernilai 2 suara, dan suara pengurus Komisariat bernilai 1 suara.

· (5) Banyaknya utusan komisariat dalam ditetapkan oleh SC Musda.

· (6) Jumlah peserta peninjau ditetapkan oleh Pengurus Daerah.

· (7) Pimpinan sidang Musda dipilih dari peserta (utusan/peninjau) oleh peserta utusan dan berbentuk presidium.

· (8) Musda baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh ½ ditambah 1 dari jumlah peserta utusan (Komisariat penuh).

· (9) Apabila ayat (8) tidak terpenuhi maka Musda diundur selama 1 x 24 jam dan setelah itu dinyatakan sah.

· (10) Setelah menyampaikan LPJ dan dibahas oleh Musda maka Pengurus Daerah dinyatakan demisioner

· (11) Daerah dan Komisariat sedapat mungkin mengikutsertakan kader muslimah sebagai peserta.

B. MUSYAWARAH DAERAH LUAR BIASA

Pasal 41

(1) Musyawarah Daerah Luar Biasa (MDLB) adalah Musyawarah KAMMI Daerah yang diselenggarakan di luar waktu yang telah ditetapkan karena pertimbangan keadaan dan keperluan yang mendesak.

(2) Musyawarah Daerah Luar Biasa memiliki tugas yang sama dengan Musyawarah Daerah.

(3) Musyawarah Daerah Luar Biasa diselenggarakan apabila Ketua KAMMI Daerah tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatannya atau karena kondisi tertentu atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah KAMMI Komisariat.

(4) Majelis Permusyawaratan adalah penanggung jawab penyelenggaraan Musyawarah Daerah Luar Biasa. Namun apabila Majelis Permusyawaratan Daerah, karena suatu hal tidak dapat menyelenggarakan Musyawarah Daerah Luar Biasa maka KAMMI Pusat mengambil alih tanggung jawab penyelenggaraan Musyawarah Daerah Luar Biasa dibantu oleh Pengurus Wilayah.

(5) Peserta dan tata tertib Musyawarah Daerah Luar Biasa sama dengan peserta dan tata tertib pada Musyawarah Daerah.

C. MUSYAWARAH KERJA DAERAH

Pasal 42

(1) Musyawarah Kerja Daerah (Muskerda) diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam satu periode.

(2) Wewenang Musyawarah Kerja Daerah.

a. Membuat dan atau mengevaluasi program kerja KAMMI Daerah.

b. Menampung dan merumuskan usulan-usulan bagi penyempurnaan organisasi.

(3) Tata tertib Musyawarah Kerja KAMMI Daerah

a. Peserta Musyawarah Kerja Daerah KAMMI terdiri dari Pengurus KAMMI Daerah dan utusan KAMMI Komisariat.

b. Pengurus KAMMI Daerah adalah penanggungjawab penyelenggaraan Musyawarah Kerja KAMMI Daerah.

c. Musyawarah Kerja Daerah KAMMI dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ plus 1 Pengurus KAMMI Daerah yang mewakili Seluruh departement yang ada dan sekurang-kurangnya ½ dari utusan KAMMI Komisariat. Bila kondisi diatas tidak terpenuhi, maka dilakukan penundaan selama-lamanya 1 (satu) jam dengan kembali mengundang peserta disertai penjelasan urgensi acara dan kehadiran peserta. Setelahnya Musyawarah Kerja Daerah dapat dilaksanakan dan dianggap sah.

D. MUSYAWARAH MAJELIS PERMUSYAWARATAN DAERAH

Pasal 43

(1) Musyawarah Majelis Permusyawaratan Daerah adalah musyawarah anggota majelis, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Daerah.

(2) Musyawarah Majelis Permusyawaratan Daerah dijalankan untuk menjalankan kewenangan pada pasal 28 Anggaran Rumah Tangga.

(3) Musyawarah Majelis Permusyawaratan sah apabila dihadiri lebih dari ½ anggota Majelis Permusyawaratan.

E. RAPAT PIMPINAN DAERAH

Pasal 44

(1) Rapat Pimpinan Daerah (Rapimda) adalah Rapat Badan Pengurus Harian KAMMI Daerah, Ketua Badan-badan Khusus, Direktur-direktur LSO, dan Ketua-ketua Komisariat yang dipimpin oleh Ketua Umum.

(2) Rapimda berwenang untuk:

a. Membahas dan mengevaluasi kondisi keorganisasian KAMMI Daerah dan KAMMI Komisariat.

b. Menerima laporan rutin KAMMI Komisariat dalam daerah tersebut.

c. Membuat kebijakan dan kegiatan yang bersifat mengikat kepada seluruh KAMMI Komisariat.

(3) Rapimda sah apabila dihadiri Badan Pengurus Harian KAMMI dan 2/3 Ketua-Ketua Komisariat.

(4) Dilaksanakan minimal dua kali dalam satu periode.

BAGIAN III

PERMUSYAWARATAN DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT WILAYAH

A. MUSYAWARAH WILAYAH

Pasal 45

· (1) Musyawarah Wilayah KAMMI adalah musyawarah utusan KAMMI Daerah.

· (2) Musyawarah KAMMI Wilayah diadakan 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun.

· (3) Pengurus KAMMI Wilayah adalah penanggung jawab penyelenggaraan musyawarah KAMMI Wilayah.

Pasal 46

· (1) Meminta dan menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus KAMMI Wilayah.

· (2) Memilih Pengurus Wilayah dengan jalan memilih Ketua Umum yang sekaligus merangkap sebagai formatur dan empat mide formatur.

· (3) Mengusulkan nama-nama Dewan Penasehat Wilayah.

· (4) Mengusulkan pembentukan KAMMI Daerah.

· (5) Menetapkan Panduan Kerja Wilayah.

· (6) Menetapkan aturan dan putusan lain yang diangap perlu.

Pasal 47

· (1) Peserta Muswil terdiri dari Pengurus Wilayah, Utusan/Peninjau Pengurus Daerah, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat Wilayah, dan Undangan Pengurus Wilayah.

· (2) Utusan Pengurus Daerah, Pengurus Wilayah, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat Wilayah, merupakan peserta penuh; dan Undangan Pengurus wilayah merupakan peserta peninjau.

· (3) Peserta penuh mempunyai hak suara, hak bicara dan hak dipilih, sedangkan peninjau mempunyai hak bicara.

· (4) Dalam pengambilan keputusan melalui voting, suara Pengurus Wilayah bernilai 2 suara, dan suara Pengurus Daerah bernilai 1 suara.

· (5) Banyaknya utusan Daerah ditetapkan oleh SC Muswil.

· (6) Jumlah peserta peninjau ditetapkan oleh Pengurus Wilayah.

· (7) Pimpinan sidang Muswil dipilih dari peserta (utusan/peninjau) oleh peserta utusan dan berbentuk presidium.

· (8) Muswil baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh ½ ditambah 1 dari jumlah peserta utusan (Daerah penuh).

· (9) Apabila ayat (8) tidak terpenuhi maka Muswil diundur selama 1 x 24 jam dan setelah itu dinyatakan sah.

· (10) Setelah menyampaikan LPJ dan dibahas oleh Musda maka Pengurus Daerah dinyatakan demisioner

· (11) Wilayah dan Daerah sedapat mungkin mengikutsertakan kader muslimah sebagai peserta.

B. MUSYAWARAH WILAYAH LUAR BIASA

Pasal 48

(1) Musyawarah Wilayah Luar Biasa (MWLB) adalah Musyawarah KAMMI Wilayah yang diselenggarakan di luar waktu yang telah ditetapkan karena pertimbangan keadaan dan keperluan yang mendesak.

(2) Musyawarah Wilayah Luar Biasa memiliki tugas yang sama dengan Musyawarah Wilayah.

(3) Musyawarah Wilayah Luar Biasa diselenggarakan apabila Ketua KAMMI Wilayah tidak dapat melaksanakan kewajiban dalam masa jabatannya atau karena kondisi tertentu atas permintaan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah KAMMI Daerah dalam wilayah tersebut.

(4) Pengurus KAMMI Wilayah adalah penanggung jawab penyelenggaraan Musyawarah Wilayah Luar Biasa. Namun apabila Pengurus KAMMI Wilayah, karena suatu hal tidak dapat menyelenggarakan Musyawarah Wilayah Luar Biasa maka KAMMI Pusat mengambil alih tanggung jawab penyelenggaraan Musyawarah Wilayah Luar Biasa dibantu oleh Pimpinan KAMMI Daerah dalam wilayah tersebut.

(5) Peserta dan tata tertib Musyawarah Wilayah Luar Biasa sama dengan peserta dan tata tertib pada Musyawarah Wilayah.

C. MUSYAWARAH KERJA WILAYAH

Pasal 49

Musyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam satu periode.

Pasal 50

(1) Membuat dan atau mengevaluasi program kerja KAMMI Wilayah.

(2) Menampung dan merumuskan usulan-usulan bagi penyempurnaan organisasi.

Pasal 51

(1) Peserta Musyawarah Kerja Wilayah KAMMI terdiri dari Pengurus KAMMI Wilayah dan utusan KAMMI Daerah.

(2) Pengurus KAMMI Wilayah adalah penanggungjawab penyelenggaraan Musyawarah Kerja KAMMI Wilayah.

(3) Musyawarah Kerja Wilayah KAMMI dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ plus 1 Pengurus KAMMI Daerah yang mewakili Seluruh departement yang ada dan sekurang-kurangnya ½ dari utusan KAMMI Daerah. Bila kondisi diatas tidak terpenuhi, maka dilakukan penundaan selama-lamanya 1 (satu) jam dengan kembali mengundang peserta disertai penjelasan urgensi acara dan kehadiran peserta. Setelahnya Musyawarah Kerja Daerah dapat dilaksanakan dan dianggap sah.

D. RAPAT PIMPINAN WILAYAH

Pasal 52

(1) Rapat Pimpinan Wilayah (Rapimwil) adalah Rapat Badan Pengurus Harian KAMMI Wilayah, Ketua Badan-badan Khusus, Direktur-direktur LSO, dan Ketua-ketua Daerah yang dipimpin oleh Ketua Umum KAMMI.

(2) Rapimwil berwenang untuk:

a. Membahas dan mengevaluasi kondisi keorganisasian KAMMI Wilayah dan KAMMI Daerah.

b. Menerima laporan rutin Kammi Daerah dalam wilayah tersebut

c. Membuat kebijakan dan kegiatan yang bersifat mengikat kepada seluruh KAMMI Daerah.

(3) Rapimwil sah apabila dihadiri Badan Pengurus Harian KAMMI dan 2/3 Ketua-Ketua Daerah.

(4) Dilaksanakan minimal dua kali dalam satu periode.

BAGIAN IV

PERMUSYAWARATAN DAN RAPAT-RAPAT TINGKAT PUSAT

A. MUKTAMAR

Pasal 53

· (1) Muktamar merupakan musyawarah tertinggi organisasi.

· (2) Muktamar memegang kekuasaaan tertinggi organisasi.

· (3) Muktamar diadakan 2 (dua) tahun sekali.

· (4) Pengurus KAMMI Pusat adalah penanggungjawab penyelenggaraan Muktamar KAMMI.

· (5) Dalam keadaan luar biasa, Muktamar dapat diadakan menyimpang dari ketentuan pasal 19 ayat (3).

· (6) Dalam keadaan luar biasa Muktamar dapat diselenggarakan atas inisiatif satu Daerah dengan persetujuan sekurang-kurangnya melebihi separuh dari jumlah Daerah penuh.

Pasal 54

· (1) Meminta dan menilai laporan pertanggungjawaban Pengurus Pusat dan Majelis Permusyawaratan Pusat.

· (2) Menetapkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, dan Penjabaran AD/ART.

· (3) Memilih Pengurus pusat dengan jalan memilih Ketua Umum yang sekaligus merangkap sebagai formatur dan empat mide formatur.

· (4) Menetapkan anggota MPP KAMMI.

· (5) Menetapkan anggota kehormatan KAMMI.

· (6) Mengusulkan nama-nama Dewan Penasehat.

· (7) Menetapkan calon-calon tempat penyelenggaraan Muktamar berikutnya.

· (8) Menetapkan dan mengesahkan pembentukan dan pembubaran KAMMI Wilayah.

· (9) Menetapkan aturan dan putusan lain yang dianggap perlu.

· Pasal 55

·

· (1) Peserta Muktamar terdiri dari Pengurus Pusat, Utusan/Peninjau Pengurus Daerah, Pengurus KAMMI Wilayah, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat pusat, Anggota MPP KAMMI, dan Undangan Pengurus Pusat.

· (2) Pengurus Pusat, Utusan Pengurus Wilayah dan Utusan Pengurus Daerah merupakan peserta penuh.

· (3) Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat pusat, Anggota MPP KAMMI, dan Undangan Pengurus Pusat merupakan peserta peninjau.

· (4) Dalam pengambilan keputusan melalui voting, suara Pengurus Pusat bernilai 2 suara, dan suara Wilayah dan Daerah masing-masing bernilai 1 suara.

· (5) Peserta Penuh mempunyai hak suara, hak bicara, dan hak dipilih, sedangkan peninjau mempunyai hak bicara.

· (6) Banyaknya utusan Wilayah dan Daerah dalam Muktamar ditetapkan oleh SC Muktamar.

· (7) Jumlah peserta peninjau ditetapkan oleh Pengurus Pusat.

· (8) Pimpinan sidang Muktamar dipilih dari peserta penuh oleh peserta penuh dan berbentuk presidium.

· (9) Muktamar baru dapat dinyatakan sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta penuh.

· (10) Apabila ayat (9) tidak terpenuhi maka muktamar diundur selama 1 x 24 jam dan setelah itu dinyatakan sah.

· (11) Setelah menyampaikan LPJ dan dibahas oleh muktamar maka Pengurus Pusat dinyatakan demisioner

· (12) Wilayah dan Daerah sedapat mungkin mengikutsertakan kader muslimah sebagai peserta.

B. PRA MUKTAMAR

Pasal 56

· (1) Pra Muktamar merupakan Forum yang diadakan sebelum pelaksanaan Muktamar.

· (2) Pra Muktamar adalah Forum yang dihadiri oleh PP KAMMI, Pimpinan Daerah dan Wilayah, Badan-badan Khusus serta LSO di tingkat pusat dan Anggota MPP KAMMI.

· (3) Pra Muktamar berfungsi untuk membahas dan memutuskan draf AD/ART, draft GBHO, draft Mekanisme Pemilihan Ketua Umum/Formatur, dan draft Mekanisme Pemilihan Anggota MPP, yang selanjutnya akan ditetapkan pada Muktamar.

B. MUKTAMAR LUAR BIASA

Pasal 57

(1) Muktamar Luar Biasa (MLB) adalah Musyawarah tingkat nasional yang diselenggarakan di luar waktu yang telah ditetapkan karena pertimbangan keadaan dan keperluan yang mendesak.

(2) Muktamar Luar Biasa memiliki kewenangan yang sama dengan Muktamar.

(3) Muktamar Luar Biasa diselenggarakan sekurang-kurangnya atas permintaan 2/3 dari KAMMI Daerah setelah mendapat persetujuan MPP KAMMI Pusat.

(4) Majelis Permusyawaratan Pusat adalah penanggung jawab penyelenggaraan Muktamar Luar Biasa namun apabila Majelis Permusyawaratan Pusat karena suatu hal tidak dapat menyelenggarakan Muktamar Luar Biasa maka Pimpinan-pimpinan KAMMI Wilayah dan Daerah akan membentuk suatu Presidium untuk mengambil alih penyelenggaraan MLB

(5) Tata tertib Muktamar Luar Biasa sama dengan tata tertib pada Muktamar KAMMI.

C. MUSYAWARAH KERJA NASIONAL

Pasal 58

Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) periode.

Pasal 59

(1) Membuat dan mengevaluasi program kerja KAMMI Pusat.

(2) Menampung dan merumuskan usulan-usulan bagi penyempurnaan organisasi.

Pasal 60

(1) Peserta Musyawarah Kerja Nasional KAMMI terdiri dari Pengurus Pusat KAMMI dan Utusan KAMMI Wilayah dan Daerah.

(2) Pengurus Pusat KAMMI adalah penanggungjawab penyelenggaraan Musyawarah Kerja Nasional KAMMI.

(3) Jumlah utusan KAMMI Wilayah dan Daerah akan ditentukan oleh Pimpinan KAMMI Pusat.

(4) Musyawarah Kerja Nasional KAMMI dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya ½ plus 1 Pengurus KAMMI Pusat yang mewakili seluruh bidang yang ada dan sekurang-kurangnya ½ utusan KAMMI Wilayah dan Daerah. Bila kondisi diatas tidak terpenuhi, maka dilakukan penundaan selama-lamanya 2 (dua) jam dengan kembali mengundang peserta disertai penjelasan urgensi acara dan kehadiran peserta. Setelahnya Musyawarah Kerja Nasional KAMMI dapat dilaksanakan dan dianggap sah.

D. MUSYAWARAH MAJELIS PERMUSYAWARATAN PUSAT

Pasal 61

(1) Musyawarah Majelis Permusyawaratan Pengurus adalah musyawarah anggota majelis, yang dipimpin oleh Ketua Majelis Permusyawaratan Pusat.

(2) Musyawarah Majelis Permusyawaratan Pusat dijalankan untuk menjalankan kewenangan pada pasal 28 Anggaran Rumah Tangga.

(3) Musyawarah Majelis Permusyawaratan sah apabila dihadiri lebih dari ½ anggota Majelis Permusyawaratan.

E. RAPAT PIMPINAN NASIONAL

Pasal 62

(1) Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) adalah Rapat Badan Pengurus Harian KAMMI Pusat, Ketua Badan-badan Khusus, Direktur-direktur LSO, Ketua-ketua Wilayah yang dipimpin oleh Ketua Umum KAMMI.

(2) Rapat Pimpinan Nasional berwenang untuk:

a. Membahas dan mengevaluasi kondisi keorganisasian KAMMI Pusat, KAMMI Wilayah, dan KAMMI Daerah.

b. Membuat kebijakan dan kegiatan yang bersifat mengikat kepada seluruh KAMMI Wilayah dan Daerah.

c. Menetapkan Ketua Wilayah baru.

(3) Rapimnas sah apabila dihadiri minimal ½ Badan Pengurus Harian KAMMI Pusat dan 2/3 jumlah Ketua-ketua Wilayah.

(4) Dilaksanakan minimal dua kali dalam satu periode.

BAB V

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pasal 63

(1) Semua keputusan dalam semua permusyawaratan dan rapat-rapat KAMMI dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.

(2) Suara terbanyak (voting) dipilih sebagai alternatif terakhir apabila musyawarah untuk mufakat tidak dapat dicapai.

BAB VI

BADAN KHUSUS

DAN LEMBAGA SEMI OTONOM

Pasal 64

(1) Badan Khusus adalah pembantu pengurus KAMMI yang dapat dibentuk apabila perlu demi pencapaian visi dan misi organisasi dalam bidang dan tugas khusus.

(2) Badan Khusus dapat dibentuk oleh pengurus KAMMI pada seluruh struktur KAMMI, dengan Badan Khusus pada struktur lebih tinggi dapat mengkoordinasikan Badan Khusus sejenis pada struktur dibawahnya.

(3) Badan Khusus bertugas menjalankan fungsi dan tugasnya sesuai dengan bidangnya.

(4) Badan Khusus bertanggung jawab kepada Ketua KAMMI Komisariat/Daerah atau Ketua Umum KAMMI.

(5) Badan Khusus dipimpin oleh Ketua.

(6) Pengurus KAMMI dapat menentukan Ketua Badan Khusus.

(7) Mekanisme keanggotaan ditentukan oleh pengurus KAMMI.

(8) Badan Khusus dapat mengadakan musyawarah anggota atau musyawarah koordinasi untuk merumuskan dan mengevaluasi program-program kerja serta memilih Ketua Badan Khusus .

Pasal 65

(1) Lembaga Semi Otonom adalah Pembantu Pengurus KAMMI yang dapat dibentuk berdasarkan aspirasi dan kepentingan yang merupakan kebutuhan anggota, yang memiliki minat dan bakat dalam spesifikasi bidang yang sama yang mengarah pada peningkatan keahlian dan profesionalitas tertentu.

(2) Lembaga Semi Otonom dapat dibentuk oleh Pengurus KAMMI pada seluruh struktur KAMMI dengan Lembaga Semi Otonom pada struktur lebih tinggi dapat mengkoordinasikan Lembaga Semi Otonom sejenis pada struktur dibawahnya.

(3) Lembaga Semi Otonom bertugas :

a. Meningkatkan dan mengembangkan keahlian dan profesionalisme anggota KAMMI pada bidang tertentu.

b. Mengadakan pendidikan, penelitian, dan pelatihan-pelatihan dalam aktivitas pemberdayaan masyarakat.

c. Membantu Pengurus KAMMI menentukan sikap terhadap masalah-masalah eksternal sesuai dengan bidang terkait.

(4) Lembaga Semi Otonom bertanggung jawab kepada Ketua KAMMI Komisariat/Daerah atau Ketua Umum KAMMI.

(5) Lembaga Semi Otonom dipimpin oleh Direktur.

(6) Lembaga Semi Otonom dapat mengadakan musyawarah anggota atau musyawarah koordinasi untuk merumuskan dan mengevaluasi program-program kerja serta memilih Direktur Lembaga Semi Otonom.

BAB VII

ALUMNI KAMMI

Pasal 66

· (1) Alumni KAMMI adalah anggota KAMMI yang telah habis masa keanggotaannya.

· (2) KAMMI dan alumni KAMMI memiliki hubungan historis, aspiratif, dan emosional.

· (3) Alumni KAMMI berkewajiban tetap menjaga nama baik KAMMI, meneruskan misi KAMMI di medan perjuangan yang lebih luas, dan membantu KAMMI dalam merealisasikan misinya.

BAB VIII KEUANGAN

Pasal 67

· (1) Prinsip halal maksudnya adalah setiap satuan dana yang diperoleh tidak berasal dan tidak diperoleh dengan cara-cara yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

· (2) Prinsip transparansi maksudnya adalah adanya keterbukaan tentang sumber dan besar dana yang diperoleh serta kemana dan berapa besar dana yang sudah dialokasikan.

· (3) Prinsip bertanggungjawab maksudnya adalah setiap satuan dana yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan sumber dan keluarannya secara tertulis dan bila perlu melalui bukti nyata.

· (4) Prinsip efektif maksudnya adalah setiap satuan dana yang digunakan berguna dalam rangka usaha organisasi mewujudkan tujuan organisasi.

· (5) Prinsip efisien maksudnya adalah setiap satuan dana yang digunakan tidak melebihi kebutuhannya.

· (6) Prinsip berkesinambungan maksudnya adalah setiap upaya untuk memperoleh dan menggunakan dana tidak merusak sumber pendanaan untuk jangka panjang dan tidak membebani generasi yang akan datang.

· (7) Uang pangkal dan iuran anggota bersifat wajib yang besaran serta metode pemungutannya ditetapkan oleh Pengurus Daerah.

· (8) Uang pangkal dialokasikan sepenuhnya untuk Komisariat.

· (9) Iuran anggota dialokasikan dengan proporsi 60 persen untuk Komisariat, 40 persen untuk Daerah.

BAB IX

GARIS-GARIS BESAR HALUAN ORGANISASI

Pasal 68

GBHO (Garis-garis Besar Haluan Organisasi) adalah rumusan yang disusun secara sistematis, terarah, dan terpadu yang meliputi filosofi gerakan, pemosisian gerakan, dan haluan gerakan untuk memberikan arah bagi perjuangan KAMMI dalam mewujudkan visi dan misinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar KAMMI.

.

BAB X

MEKANISME PENYELENGGARAAN ORGANISASI

Pasal 69

Struktur, fungsi struktur, dan administrasi organisasi diatur dalam Mekanisme Penyelenggaraan Organisasi.

BAB XI

MANHAJ KADERISASI KAMMI

Pasal 70

Prinsip, muatan, aspek, sarana, penahapan, indeks jati diri, dan kurikulum kaderisasi KAMMI diatur dalam Manhaj Kaderisasi KAMMI.

BAB XII

PANDUAN KERJA NASIONAL

Pasal 71

Panduan Kerja Nasional adalah arahan bagi pengurus KAMMI dalam merumuskan program kerja organisasi.

BAB XIII

ATRIBUT ORGANISASI

Pasal 72

Atribut Organisasi seperti bendera, lambang, panji kartu keanggotaan, dan lain-lain diatur dalam ketentuan tersendiri yang ditetapkan dalam muktamar.

BAB XIV

ATURAN TAMBAHAN

Pasal 73

Struktur kepemimpinan KAMMI berkewajiban melakukan sosialisasi Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga kepada seluruh anggota KAMMI

Pasal 74

(1) Kepengurusan KAMMI pada berbagai tingkat struktur dapat melaksanakan berbagai jenis musyawarah dan rapat-rapat seperti Rapat Badan Pengurus Harian, Rapat Pengurus Harian, Rapat pengurus bidang, Rapat kepanitiaan, dan musyawarah lainnya sesuai kebutuhan.

(2) Jika diperlukan, aturan khusus mengenai musyawarah pengurus dapat ditentukan oleh pengurus KAMMI sesuai cakupannya.

Pasal 75

Hal-hal yang belum diatur dan diperinci dalam AD/ART KAMMI akan diatur dan diperinci dalam ketetapan-ketetapan organisasi

BAB XIV

ATURAN PERALIHAN

Pasal 76

(1) KAMMI Daerah yang keberadaannya belum memenuhi Pasal 21 Anggaran Rumah Tangga, diberi waktu 2 tahun untuk memenuhinya untuk kemudian ditentukan statusnya oleh KAMMI Pusat atau KAMMI Wilayah yang ditunjuk

(2) KAMMI Komisariat yang keberadaannya belum memenuhi Pasal 26 Anggaran Rumah Tangga, diberi waktu 2 tahun untuk memenuhinya untuk kemudian ditentukan statusnya oleh KAMMI Daerah yang ditunjuk.

BAB XV

PERUBAHAN DAN PENETAPAN

Pasal 77

Perubahan dan penetapan Anggaran Rumah Tangga KAMMI dilakukan melalui Muktamar dan harus disetujui sekurang-kurangnya 2/3 anggota yang hadir.

BAB XVI

PENUTUP

Pasal 78

Anggaran Rumah Tangga ini ditetapkan di Bekasi, pada Muktamar I tahun 1998. Dan diperbaharui pada:

Muktamar II di Jogjakarta, Bulan November 2000.

Muktamar III di Lampung, Bulan November 2002.

Muktamar IV di Samarinda, tanggal 28 September 2004.

Muktamar V di Palembang, tanggal 16 September 2006.

Muktamar VI di Makassar, tanggal 07 November 2008.


0 komentar:

Daftar Blog AB3 KAMMI RIAU

Komentar

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Followers

Refresh

MPD KAMMI Daerah Riau © 2008 Template by Dicas Blogger.

TOPO