Senin, 20 April 2009
Kami Bukanlah Orang Yang Suka Minimalis.
Sebuah Pengantar Untuk Mereka Yang Menamakan Diri Sebagai Aktivis Dakwah.
Maret 2009
Kami Bukanlah Orang Yang Suka Minimalis.
Kami bukanlah kader-kader yang suka melakukan pekerjaan amal shaleh serba minimalis, irit dan tak banyak waktu. Tetapi kami senantiasa bekerja untuk akhirat dan kebaikan serba maksimalis, loyal dan waktu yang selalu tersedia dengan tidak menundanya.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa”.Qs. Ali-Imran: 133.
Sebenarnya kata minimalis yang dimaksud di sini adalah tergantung dari kalimat yang menyertainya. Jika kalimatnya seperti judul di atas yakni kami bukanlah orang yang suka minimalis, berarti kami bukanlah orang-orang yang suka mengerjakan amal shaleh yang serba minim atau sedikit dari segi porsi dan waktu, dalam kata lain kami selalu melakukan amal kebajikan dengan semaksimal mungkin. Mungkin orang lain berbeda lagi mengartikan kata minimalis ini, atau dalam konteks kata yang lain pula arti minimalis berbeda lagi.
Lakukanlah semaksimal mungkin untuk mendapatkan akhirat dan syurga-Nya yang seluas langit dan bumi, artinya untuk pekerjaan yang berorientasi akhirat atau sarana dunia yang dapat mengantarkan pahala akhirat maka harus maksimalis. Tetapi, jika melakukan kemaksiatan atau sarana dunia yang dapat menggiring kepada dosa maka harus minimalis. Ini adalah dua titik yang paling ekstrim, karena keduanya tidak akan bertemu pada titik yang sama pada diri seorang mukmin.
Di sisi lain, dalam diri seorang mukmin ada beberapa hal yang harus diminimalis untuk dikerjakan. Adapun beberapa hal yang harus minimalis pada seseorang terutama seorang kader dakwah ,diantaranya adalah:
1. Minimalis dalam kemaksiatan dan dosa.
“(Ucapan mereka) menyebabkan mereka memikul dosa-dosanya dengan sepenuh-penuhnya pada hari kiamat, dan sebahagian dosa-dosa orang yang mereka sesatkan yang tidak mengetahui sedikitpun (bahwa mereka disesatkan). Ingatlah, amat buruklah dosa yang mereka pikul itu”. (Qs. An-Nahl:25)
Ucapan dan perbuatan yang mana saja jika ia dapat menggiring seseorang kepada keburukan dan dosa adalah hal yang harus diminimalisir. Seseorang yang dalam melakukan kewajiban ibadah fardlu sering tak terjaga dan meninggalkannya dengan sengaja, maka perbuatan dosanya adalah melanggar atau meninggalkan kewajiban itu sendiri dan tak jarang terkadang dapat melakukan yang lebih buruk dari itu. Sedangkan seorang aktivis dakwah yang terjaga ibadah-ibadah wajibnya dengan baik, maka maksiatnya adalah kelalaian dan kesia-siaan yang ia kerjakan tanpa sengaja atau dengan sengaja.
2. Minimalis dalam kesia-siaan.
“Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya” (Qs. Al-Kahfi;104).
Mengerikan bukan apa yang dikatakan Allah dalam surat al-Kahfi di atas?
Di atas, telah disebutkan bahwa tidak ada minimalis untuk amal yang berorientasikan akhirat maka saat ini minimalis yang tidak dianjurkan adalah minimalis dalam kesia-siaan dan tidak berguna.
“Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima maka bantahan mereka itu sia-sia saja, di sisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras” (Qs. Asy-Syuura: 16).
3. Minimalis dalam kebodohan.
“Sesungguhnya rugilah orang yang membunuh anak-anak mereka, karena kebodohan lagi tidak mengetahu dan mereka mengharamkan apa yang Allah telah rezki-kan pada mereka dengan semata-mata mengada-adakan terhadap Allah. Sesungguhnya mereka telah sesat dan tidaklah mereka mendapat petunjuk” (Al-An’am: 140).
“(yaitu) orang-orang yang terbenam dalam kebodohan yang lalai” (Qs. Adz-Dzaariyat:11).
4. Minimalis dalam mengerjakan tugas-tugas dakwah, artinya tidak optimal dalam tugas-tugas keorganisasian yang diamanahkan kepada mereka.
Adapun hal-hal yang harus maksimalis atau hal-hal yang tidak boleh minimalis pada diri seorang mukmin adalah diantaranya, sebagai berikut:
1. Iman dan Ketaqwaan.
“Dan tatkala orang-orang mukmin melihat golongan-golongan yang bersekutu itu, mereka berkata : "Inilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya[1207] kepada kita." Dan benarlah Allah dan Rasul-Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan” (Qs. Al-Ahzab:22).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman[594] ialah mereka yang bila disebut nama Allah[595] gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal” (Qs. Al-Anfal:2).
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Qs. Al-Hujurat: 13).
2. Karya dan Prestasi.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan” (Qs.An-Nahl: 97).
Karya dan prestasi kita untuk dakwah ini adalah salah satu jalan dari sekian banyak amal shaleh. Semua penghargaan selama di dunia dalam rangka meninggikan izzah islam adalah prestasi, karya-karya untuk perbaikan ummat di rentang zaman yang kelam ini adalah sebuah amal shaleh dan bernilai amal jariyah bila itu bermanfaat untuk manusia, ilmu yang bermanfaat.
3. Kontribusi dan keterlibatan.
Jangan minimalis dalam berkontribusi. Kontribusi merupakan amal yang dengan diri kita atau tanpa diri kita, atau yang menjadi perantara diri kita meskipun kita tidak ikut serta dalam rangka menyebarkan kebaikan yang tertata dengan rapi. Sedangkan keterlibatan lebih dari sekedar turut serta, tetapi ia harus menjadi pelaku utama di dalam kegiatan apapun namanya. Sehingga seorang mukmin sejati ia tidak hanya sebagai peran pembantu atau peran pengganti, tetapi harus langsung menjadi pelaku utamanya.
4. Ilmu dan amal.
Tidak ada yang diminimalkan dari kedua hal di atas. Ilmu dan amal adalah dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Dengan kefahaman orang dapat beramal, amal yang benar dimulai dari ilmu yang mendalam. Kebodohan ummat hari ini adalah karena mereka tak berilmu dan jauh dari ilmu, menjauhakan diri dari ilmu dan dijauhkan dari ilmu. Akibatnya, kemunduran suatu bangsa hari ini hampir mencapai titik klimaksnya dan tak terelakkan lagi. Banyak manusia yang tak lagi manusiawi, karena dikerangkeng oleh nafsu hartawi, duniawi dan syaithani. Oleh karena itu, marilah kita bersungguh-sungguh dalam memahami teks dan konteks yang diinginkan Al-Qur’an. Karena ilmu disini adalah pemahaman kita terhadap al-Qur’an itu sendiri, internalisasi nilai-nilai qur’ani dalam realitas kehidupan kita, bukan sekedar “bacaan-bacaan mantra” rutin kita yang terkadang tanpa sadarpun bisa kita hafal dengan otomatis, tapi lebih dari itu. Yakni mengamalkan al-Qur’anul karim.
“Dan ingatlah hamba-hamba Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya'qub yang mempunyai perbuatan-perbuatan yang besar dan ilmu-ilmu yang tinggi”.(Qs. Shaad: 45).
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Al-Mujadilah:11).
Tapi kami adalah maksimalis dalam ilmu, amal, obsesi akhirat, cita-cita, perubahan, karya nyata.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, bagi mereka syurga-syurga yang penuh kenikmatan” (Qs. Lukman: 8).
“Yaitu syurga 'Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (syurga itu) tidak nampak. Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati” (Qs. Maryam; 61).
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan syurga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”. (Qs. Al-hadid:21)
Minimalis dalam konteks yang lebih khusus adalah bahwa kader dakwah bukanlah orang-orang yang suka dengan pekerjaan yang setengah-setengah apalagi pekerjaan yang tidak tuntas, dan melimpahkan tugasnya kepada orang lain. Pekerjaan minimalis berarti juga perberbuata amal shaleh yang sedikit dan tidak membuahkan hasil, manfaat serta keberkahan.
Terjemahan Kredo Gerakan KAMMI
t-@.
Diambil dari potongan Kredo gerakan KAMMI.
0 komentar:
Posting Komentar