Selasa, 21 April 2009
Sesekali Lihatlah Ke Belakang ![1]
Sudah berhitung minggu saya meminta kepada pengurus B-AR ARROYAN dan Pengurus KAMMI Daerah untuk meminta menulis mengenai kesan para kader dakwah terhadap kepribadian Almarhumah (Intan Amalan (Ruwaida Mutia). Begitu juga kepada pengurus teras KAMMI Daerah Riau dan Kader Akhwat KAMMI Daerah Riau untuk memberikan pelajaran kepada semua kader dakwah. Gayung itu tidak bersambut dengan semestinya. Akhirnya hari ini selasa, 21 April 2009 jam 14:26 menit saya sedang membereskan peletakan file-file penting yang berupa majalah untuk diatur kembali letaknya sesuai dengan klasifikasinya. Ini adalah tugas rutin saya untuk membereskan klasifikasi file itu karena kerapian terhadap kertas-kertas kerja adalah salah satu dari wajibatul akh (kewajiban aktivis dakwah ) sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Syahid Hasan al Banna.
Saya sedang mengatur pengelompokan kumpulan Buletin Majalah B-Ar yang secara rutin diberikan kepada saya secara cuma-Cuma karena saya dianggap paling tua sekarang di kampus. Pada edisi Muharram 1430 H, no 22 Januari 2009 saya temukan tulisan almarhumah di kolom Hikmah yang berjudul : Sesekali Lihatlah Ke Belakang. Semoga tulisan ini dapat memotivasi kitakembali untuk lebih meningkatkan kepekaan imaniyah dan komitmen dakwah dan Tarbiyah Ilallah. Inilah petikannya :
“lihat, ada pelangi!” seorang teman wanitaku menunjuk warna-warni yang muncul di langit sore itu. Keajaiban luar biasa yang jarang bias di nikmati. “Subhanallah, wah indahnya, jarang-jarang ada pelangi di Pekanbaru,” begitulah akhirnya kami membicarakan pelangi itu lima belas menit. Lalu aku teringat ucapan pertamaku tadi,Subhanallah.
Empat tahun berlalu sejak aku mulai memperbaiki gaya bicaraku, dulunya apa yang keluar dari mulutku adalah kata dan kalimat yang tidak disaring, nyerocos jarang bisa dibendung, meskipun kalimat itu tidak bertujuan. Tersandung, umpatan. Hujan, umpatan. Keseleo, umpatan. Maagku kumat, umpatan. Lalu oleh teman-temanku, aku diajarkan untuk mengucapkan kalimat yang indah, sopan dan penuh makna, bukan kalimat yang yang sia-sia dan tidak berarti apa-apa. Dan aku harus mengucapkannya hanya untuk satu alas an, karena Allah.
Empat tahun yang lalu juga berlalu sejak aku mulai mengejar dua orang teman, di awal semester, aku hanya ingin mencari kegiatan. Kuikuti mereka hingga ke sebuah ruangan yang juga ramai oleh teman-teman seusiaku dari berbagai fakultas. Ada apa ini? Ternyata aku disuruh untuk membaca Alqur’an. Aku Gagap. Namun mulai kunikmati saat itu hingga kini, sejuknya, tenangnyaarti dan makna kalimat itu begitu memberikan pelajaran. Setiap selesai sholat fardhu, senandung Al-Qur’an mulai kulafazkan. Dan itu berawal dari emapat tahun yang lalu. Dan aku harus melafazkannya hanya dengan satu alas an, karena Allah.
Sudah empat tahun sejak aku mulai meninggalkan celana dan jilbab yang pendek. Ku ganti dengan rok dan jilbab yang sedikit tebal dan menutupi rambut. Mungkin orang-orang berpikir aku alim sekarang, mereka salah besar, aku masih harus belajar lagi, dan sekali seminggu aku belajar dengan seorang kakak. Dan kakak itu sudah pasti harus belajar lagi dengan kakak yang lainnya, meskipun kuliahnya sudah lama tamat namun belajar bukanlah hal yang bisa diakhiri begitu saja. Sudah empat tahun sejak sekali dalam sepekan aku mulai belajar dan belajar untuk sebuah perubahan.
Sebelum empat tahun yang lalu, aku tidak pernah suka berdekatan dengan ibu. Malu, malas dan kesal selalu. Setiap meminta, ibu pasti selalu mengatakan,”sabar ya nak, belum bisa ibu berikan. Minta sama Allah saja deh.” Aku tidak pernah mau menerima alas an seperti itu sehingga empat tahun yang lalu, kudengarkan sebuah adegan yang menggetarkan hati, seorang anak yang rela menggendong ibunya berkeliling ka’bah, hanya dengan satu alasan, karena Allah. Lantas ia langsung mendapat jaminan dari Rasulullah untuk masuk ke dalam syurga.
Itu semua berawal empat tahun yang lalu, aku telah pindah meninggalkan kalimat umpatanyang tidak berguna dan mulai mengisi waktu dengan Al-Qur’an, aku telah meninggalkan celana dan mulai menggunakan rok yang seharus nya digunakan kaum hawa. Aku juga belajar dan belajar terus hingga hanya maut yang dapat memisahkan kami. Dan semuanya kulakukan karena Allah.
Saudaraku, lihatlah sesekali ke belakang agar kita tahu apa-apa yang telah kita lakukan sebelumnya, kalau baik, maka pertahankan ia. Namun jika itu tidak baik bahkan sia-sia, maka tidak ada ruginya jika kita menggantikan hal itu dengan sesuatu yang lebih bermanfaat dan berguna, dan itu kita lakukan hanya karena Allah. Karena, Allah akan membalas apa yang kita lakukan walaupun kita hanya menyingkirkan duri dari jalan, Allah akan membalasnya. Jangan ragu untuk mempertimbangkan apa-apa yang akan kita lakukan, sebatang duri saja dinilai Allah, apalagi jika kita mampu memberi ratusan orang yang terlantar, atau membangun rumah untuk mereka, atau membantu mengurangi beban mereka.
Saudaraku, tunjukkan syukurmu dengan selalu menebar kebaikan, memperbaiki diri, merenung dan memikirkan nikmat-nikmat Allah. Mudah-mudahan dengan itu semua, keindahan yang hakiki akan kita peroleh. Dunia ini yang hanya bersifat sementara.
“subhanallah, tidak engkau jadikan semua ini sia-sia. Maha suci engkau ya Allah, lindungi aku dari Api Neraka.” (Intan Amlan, Mahasiswa FMIPA-UNRI)
Saudaraku yang dimuliakan oleh Allah SWT, seorang Murabbiku pernah menyatakan belajarlah dari orang yang sudah tiada, Jangan terlalu banyak mengambil teladan dari orang yang masih hidup. Nasehat itu begitu mengena, karena nasehat itu disampaikan ketika Meninggalnya “Syeikhut Tarbiyah, Allahyarham Ust. Rahmat Abdullah.”
“Tulisan adalah hati dan jantung dari sejarah.” Itulah yang dikatakan oleh Ust. Sayyid hasan An Nadwi. Semoga taujihat ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amien Ya Allah.
(Kamar Kostku,25 Rabiul Awal 1430H/ 21 April 2009M, 15.33 WIB)
0 komentar:
Posting Komentar